Ia mulai mempertanyakan keadaaan lingkungan sekitar dan mencoba merasionalisasikan keadaan alam. Setelah Talles muncullah beberapa filsuf-filsuf berikutnya seperti Anaximenes kemudian Anaximandros lalu Phytagoras dst. Seiring berjalannya waktu di Yunani terus bermunculan filsuf-filsuf yang menggemparkan dunia dengan pemikiran mereka.
Di era modernisasi ini masih dipelajari tentang pemikiran-pemikiran para filsuf Yunani kuno,meskipun teori mereka tidak lagi relevan dengan keadaan sekarang ini,misalnya teori Talles yang mengatakan bahwa “bumi ini terbentuk/tercipta dari air” jika dilihat dari kacamata keilmuan sekarang itu adalah pemikiran yang tidak rasional.
Tapi bukan itu masalahnya, yang harus dikritisi adalah mengapa Talles berpendapat demikian? Teori Talles ini dibantah oleh Anaximenes dengan rasionalisasi yang lebih kuat,kemudian teori Anaximenes dibantah oleh Anaximandros deongan teori yang lebih meyakinkan.
Begitulah perjalanan ilmu pengetahuan (filsafat) dimana setiap filsuf yang muncul selalu membantah teori filsuf sebelumnya, ini semua dipengaruhi oleh perkembangan zaman dimana teori terdahulu tidak lagi sesuai atau rasional di zaman yang lebih maju.
Walaupun demikian ini tetap harus dijadikan bahan diskusi,bahan kritikan agar kita dapat menemukan sebuah kebenaran yang lebih rasional sesuai dengan zaman kita sekarang. Namun yang menjadi pertanyaan besar adalah, mengapa sumber ilmu pengetahuan berkiblat di barat bukan di timur terkhusus ilmuan islam?
Menurut saya itu bukan suatu hal yang perlu di permasalahkan,karna secara historis peradaban islam muncul setelah masehi sedangkan para ilmuan barat muncul sebelum masehi.
Para filsuf islam pun belajarnya dari filsuf barat,meskipun pada akhirnya filsuf islam memiliki pemikiran yang agak berbeda dengan filsuf dimana ia berguru. Jadi tidak ada salahnya jika kita berkiblat ke barat dalam hal pengetahuan dengan catatan kita tidak boleh mengabaikan keilmuan para filsuf islam.
Para filsuf islam juga memiliki peranan penting tentang keilmuan orang islam di era modern ini.
Tidak ada salahnya jika mengkaji keilmuan barat secara mendalam lalu kita munculkan sebuah pemikiran baru,seperti halnya yang dilakukan oleh filsuf islam itu sendiri. Menurut saya keilmuan barat dan timur bagaikan dua sisi koin yang selalu berdampingan meskipun berbeda.
Jadi ketika kita mendalami keilmuan barat kita harus mampu merumuskan sebuah pemikiran baru pula,lalu kita bandingkan dengan pemikiran ilmuan muslim, dimana letak kesamaan dan perbedaannya.
Mendalami keilmuan barat bukan berarti kita memandang sebelah mata keilmuan timur,tetapi kita mencoba menggali keilmuan tersebut dari sumber atau asal muasalnya. Seperti yang dilakukan oleh filsuf islam yaitu Al-Ghazali. Al-Ghazali berguru kepada filsuf-filsuf Yunani dan filsuf islam seperti Ibnu sina, ia berguru kepada semua filsuf baik dari barat maupun dari timur.
Tetapi ia tidak memakan mentah-mentah ajaran semua filsuf tersebut padanya. Ia hanya mengambil sumber ilmu yang memang dapat diterima oleh rasionya,sedangkan yang tidak dapat diterima oleh rasionya ia tinggalkan.
Inilah yang saya maksud bahwa mendalami keilmuan itu tidak pandang bulu darimana sumbernya,yang terpenting adalah kita mampu menandingi bahkan melampaui keilmuan dari sumber kita beguru,seperti halnya yang dilakukan oleh Al-Ghazali.
Inilah yang saya maksud bahwa mendalami keilmuan itu tidak pandang bulu darimana sumbernya,yang terpenting adalah kita mampu menandingi bahkan melampaui keilmuan dari sumber kita beguru,seperti halnya yang dilakukan oleh Al-Ghazali.
Dimutakhirkan : 5 september 2022