AKADEMISI dan AKTIVIS

AKADEMISI dan AKTIVIS


            Dua kata ini mengandung konotasi yang saling konfrontasi (berlawanan), khususnya di kalangan Mahasiswa. Kedua kata ini ibarat dua ideology dunia yang saling konfrontasi sampai saat  ini dan selalu ada “claim of truth”  di tubuh masing-masing. Di kalangan Mahasiswa pertarungan kedua sekte ini terus berlanjut hingga saat ini karena mereka banyak yang tidak memahami arti substansial dari kedua kata ini dan tidak mengetahui darimana genesis istilah ini dan tujuannya apa, sehingga mereka memaknainya sebatas tekstual saja.
            Sangat ironis melihat fenomena di Mahasiswa yang tidak mampu mengkomparasikan kedua istilah ini, sehingga implementasinya pun hampir tidak ada karena hanya mengambil satu semangat saja dan mengesampingkan yang satunya. “Akademisi dan Aktivis ” ibarat sepasang kaki dalam tubuh manusia. Jika hanya berjalan satu kaki saja maka seseorang akan berjalan pincang dan tentunya membutuhkan alat bantu (penopang). Fenomena inilah yang terjadi dalam tubuh Mahasiswa. Mahasiswa sebagai “Agent of change dan Agent of Control” inilah substansi Mahasiswa yang sebenarnya butuh untuk di implementasikan sehingga termanifestasi menjadi “Akademisi dan Aktivis”. Mahasiswa tidak mampu mengubah lingkungan sekitarnya jika ia tidak memiliki kapasitas untuk merubahnya. Pembentukan kapasitas dengan melalui kajian-kajian akademik. Kajian akademik ini adalah sebagai dasar untuk melakukan perubahan dan tawaran terhadap perubahan yang diinginkan. Kemudian untuk mengontrol segala kebijakan Negara terhadap masyarakat dibutuhkan suatu aktivitas yang progressive (maju) untuk mengawal kebijakan itu. Pengkawalan itu dilakukan melalui aktivitas-aktivitas organisasi yang didalamnya melakukan kajian-kajian akademis terhadap suatu kebijakan Negara.
            Lalu kenapa sampai hari ini kepincangan itu masih terjadi? Ini tidak lepas dari lingkungan kampus yang memberi pelabelan, memisahkan, menggolongkan, dan mendikotomikan Mahasiswa. Hal ini dilakukan oleh kampus terhadap Mahasiswa baru yang masih awam terhadap peran dirinya sendiri sebagai Mahasiswa. Konstruk pemikiran Mahasiswa baru dibentuk sejak SOSPEM (Sosialisasi Pembelajaran), dimana mereka sudah dicekoki atau didoktrin dan diarahkan untuk memilih menjadi mahasiswa “kupu-kupu”. Tentu saja para dosen di kelas memberi penjelasan mengenai kedua istilah di atas yang mana artinya telah didistorsi oleh para dosen di kelas. Sebagai Mahasiswa baru tentu saja meng-Amin-kannya karena mereka tidak tahu apa-apa dan cenderung takut terhadap ancaman dosen, yang ancamannya bersifat instruktif (perintah).
            Mahasiswa sebagai agen perubahan dan pengontrol kebijakan harusnya mampu mengemban tugas lahiriah itu dan membentuk diri dengan berbagai kegiatan-kegiatan akademik yang progress, sehingga dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari serta menjadi Mahasiswa yang sebenarnya.
            Yang membodohi Mahasiswa adalah yang mengajarinya, maka dari itu jangan pernah mendikotomikan istilah “Akademisi dan Aktivis” karena keduanya saling berkesinambungan dalam mewujudkan cita-cita Mahasiswa.

Kaum intelektual se-dunia bersatulah”
Laci Gagasan

Media informasi yang mengangkat isu-isu seputar mahasiswa dan artikel umum terkait ekonomi, bisnis, sosial, politik, sejarah dan budaya

Posting Komentar

komentar yang mengandung spam, tidak akan ditampilkan

Lebih baru Lebih lama