Proses Pembangunan Intelektual dan Emosional

Proses Pembangunan Intelektual dan Emosional

Laci Gagasan, PMII - Delapan bulan sudah saya berproses sebagai kader awal di PMII dan begitu banyak hal sudah saya lalui bersama sahabat-sahabat di Korp Perwira. Umur kami sebagai kader dasar di PMII masih seumur jagung dan belum memahami PMII secara komperehensif. Namun bukan berarti kami belum dapat apa-apa, walaupun yang kami dapatkan masih berupa pengenalan terhadap organisasi (PMII). Sedekat ini yang kami dapatkan masih berupa pengeratan kekeluargaan dalam Korp dan sedikit wacana kritis awal.

Dalam tulisan kali ini saya akan menjabarkan sedikit banyak tentang apa yang telah saya alami, lakukan, dan dapatkan. Karena begitu kompleksnya permasalahan yang ada dalam Korp, saya tidak membahas secara keseluruhan mengenai Korp namun hanya sebatas pada diri saya sendiri.

Pembentukan Intelektual

Berdasar pada tema PKD yang menginginkan kader memiliki kemampuan “Intelektual, Revolusioner dan Emansipatoris” (tentunya redaksi tema yang lengkap tidak seperti ini), Pengurus Rayon periode 2014-2015 menekankan pola kaderisasi yang tendensinya ke transformasi intelektual. Pasca PKD,  kader intens berdiskusi sampai dicekokin buku-buku dan begitu seterusnya. Sejauh inipun pola yang diterapkan cukup baik, dimana ada beberapa kader (termasuk saya) minat membacanya semakin progresif, walaupun masih lebih banyak yang tidak mau bahkan menjadi momok baginya jika melihat buku.

Jelang beberapa bulan berjalan, kerenggangan dalam tubuh Korp semakin meruncing. Ketika diskusi berlangsung yang menguasai forum hanya yang suka baca buku sedangkan yang tidak suka hanya diam dan cenderung ngawur. Dari hal-hal kecil seperti ini timbul kejengkelan satu sama lain. Yang tidak suka baca mencela yang suka baca dengan istilah keren mereka yaitu “kalian hanya teori tok”, hal ini membuat yang terpancing untuk membalas dengan kata yang lebih tajam lagi.

Dampak yang ditimbulkan dari ketidakharmonisan ini membuat kegiatan organisasi menjadi pincang, karena koordinasi yang tidak terbangun di dalam Korp. Beberapa kegiatan yang tidak efektif yang telah dilakukan seperti makrab Korp, Maulid Nabi,. Kerenggangan terselubung tetap masih belum dapat ditengahi hingga hal ini tercium oleh beberapa warga (senior).

Mereka mempertanyakan Korp Perwira yang dimata mereka tidak mampu melakukan kerja-kerja organisasi dengan baik. Lalu mereka menelusuri permasalahan korp dengan mendekati beberapa sahabat/i dan terus menggali informasi tentang Korp. Singkat cerita mereka mengetahui permasalahan yang ada dan ternyata permasalahan yang saya dan teman-teman Korp alami adalah permasalahan klasik yang terulang lagi.

Lalu beberapa senior ini mendekati kami satu persatu dan menyampaikan bahwa permasalahan ini hanyalah sepele namun begitu urgent juga. Senior-senior ini meminta kami untuk membangun tali emosional karena kami masih kader baru.

Membentuk emosional

Setelah menyadari semua akar permasalahan di internal Korp kami pun berinisiatif untuk solid. Kami sering berkumpul namun tidak diskusi yang berat-berat hanya forum canda-candaan saja. Kami juga sering tidur di kampus bareng, masak dan makan bareng serta jalan-jalan bareng.

Cara seperti ini terbukti efektif dalam membangun kesolidan Korp meskipun tidak semua bisa bersatu tapi paling tidak kami mampu bersatu, emosional semakin erat, kekeluargaan Korp semakin terlihat dan konflik kecil-kecil selalu dan dapat kami atasi dengan baik.

Pembentukan emosional ini ibarat membangun pondasi rumah dan ini harus kokoh agar seleksi alam tidak begitu mempengaruhi namun tak dapat dipungkiri bahwa seleksi alam pasti ada. Tapi kami selalu yakin dan berkomitmen untuk selau bersatu walau dalam perbedaan dan terus berusaha untuk menarik kembali sahabat/i kami yang terpental dari lingkaran organisasi.

Ketika emosional telah terbangun maka pembentukan intelektual dapat ditransformasikan dengan baik dan efektif. Karena cita-cita kita bersama adalah terbentuknya intelektual organic, jadi sebelum intelektualnya terbentuk yang paling awal dan terutama harus dibangun adalah solidaritas organic.

Dalam tulisan singkat ini saya tidak bermaksud untuk membandingkan lebih baik mana antara “intelektual & emosional” namun hanya sekedar mencoba menganalisis dari dua hal penting ini dan saya menganalogikannya seperti Rumah & Pondasi. Tentu yang harus dibangun lebih awal adalah pondasi kemudian rumahnya.


Dimutakhirkan: 1 Januari 2024

 

Laci Gagasan

Media informasi yang mengangkat isu-isu seputar mahasiswa dan artikel umum terkait ekonomi, bisnis, sosial, politik, sejarah dan budaya

Posting Komentar

komentar yang mengandung spam, tidak akan ditampilkan

Lebih baru Lebih lama