“Generasi emas adalah angkatan Soekarno, Hatta, Tan
Malaka, sebab mampu membaca perkembangan ekonomi politik dan menjawab tantangan
zaman.”
Dalam
rentetan sejarah, mahasiswa selalu menjadi aktor utama dalam perubahan sosial
masyarakat Indonesia. Pada 1908 muncul bibit gerakan “Boedi Oetomo”, lalu
disusul “Sumpah Pemuda 1928”, dan klimaknya pada 1945 sebagai tahun revolusi
bangsa Indonesia. Pada tahun 1945 bukanlah akhir dari perjalanan bangsa
Indonesia, tapi menjadi titik awal perjuangan bangsa Indonesia sebagai Negara
bangsa yang baru. Sebagai tahun revolusi, pada masa ini bangsa Indonesia masih
mencari format baru dalam mengelola dan mengatur kehidupan berbangsa dan
bernegara dalam dinamika perkembangan zaman.
Kondisi Generasi Millenial
“Milenial (juga dikenal
sebagai Generasi Y) adalah kelompok demografi setelah Generasi
X (Gen-X). Tidak ada batas waktu yang pasti untuk awal dan akhir dari kelompok
ini. Para ahli dan peneliti biasanya menggunakan awal 1980-an sebagai
awal kelahiran kelompok ini dan pertengahan tahun 1990-an hingga awal 2000-an
sebagai akhir kelahiran. Milenial pada umumnya adalah anak-anak dari generasi
Baby Boomers dan Gen-X yang tua. Milenial kadang-kadang disebut sebagai
"Echo Boomers" karena adanya 'booming' (peningkatan besar) tingkat
kelahiran di tahun 1980-an dan 1990-an. Untungnya di abad ke 20 tren menuju
keluarga yang lebih kecil di negara-negara maju terus berkembang, sehingga
dampak relatif dari "baby boom echo" umumnya tidak sebesar dari
masa ledakan populasi paskah Perang Dunia
II.
Karakteristik
Milenial berbeda-beda berdasarkan wilayah dan kondisi sosial-ekonomi. Namun,
generasi ini umumnya ditandai oleh peningkatan penggunaan dan keakraban dengan
komunikasi, media, dan teknologi digital. Di sebagian besar belahan dunia,
pengaruh mereka ditandai dengan peningkatan liberalisasi politik dan ekonomi; meskipun
pengaruhnya masih diperdebatkan. Masa Resesi Besar (The Great
Recession) memiliki dampak yang besar pada generasi ini yang mengakibatkan
tingkat pengangguran yang tinggi di kalangan anak muda, dan menimbulkan
spekulasi tentang kemungkinan krisis sosial-ekonomi jangka panjang yang merusak
generasi ini.” (Wikipedia)
Secara
sederhana, generasi milenial adalah generasi yang melek teknologi tapi naïf
dalam melihat realitas politik. Ada juga yang menyebut sebagai generasi instant/micin
yang sering muncul di sosial media. Hari ini ada degradasi kualitas
pemuda/mahasiswa di Indonesia, meskipun secara kuantitas cenderung meningkat.
Tentu untuk mempercayakan nahkoda bangsa dan Negara kepada generasi semacam
ini, hanya akan mengarah pada jurang kehancuran.
Persoalan
bangsa Indonesia semakin kompleks dan mengakar hingga ke tatanan masyarakat
akar rumput. Akses informasi dan komunikasi yang semakin murah, mudah, dan
cepat, ternyata tidak menjamin bahwa masyarakat, khususnya mahasiswa juga
semakin melek literasi, malah sebaliknya. Malas baca buku, mudah terprovokasi,
dan intensitas berselancar di sosial media terus meningkat di kalangan
mahasiswa hari ini. Yang jelas mahasiswa hari ini tercerabut dari tugas sosial
(agent of change/control social) karena tidak mampu membaca perkembangan dan
perubahan zaman. Semua ini disebabkan oleh habitus
mahasiswa yang miskin pengetahuan dan malas gerak.
Menjawab tantangan Zaman
Generasi
1908,1928, dan 1945, telah mewariskan kepada kita suatu tatanan kehidupan
berbangsa dan bernegara dalam bentuk ideologi Pancasila. Banyak perdebatan di
beberapa golongan masyarakat, bahwa Pancasila tidak mampu menjawab tantangan
zaman. Semua ini disebabkan oleh pemuda/mahasiswa tidak bisa mencermati
nilai-nilai Pancasila, apalagi mewujudkan cita-cita kemerdekaan.
Indonesia
sebagai Negara kesatuan yang masyarakatnya heterogen, tentu masih memiliki ego
golongan masing-masing. Bangsa Indonesia hari ini bukannya tidak mampu bersatu
seperti dahulu ketika melawan penjajahan Belanda, tetapi lebih mengurus masalah
masing-masing. Yang mampu menyatukan seluruh bangsa Indonesia hari ini adalah
mahasiswa. Kehadiran mahasiswa hari ini sangat penting, guna memberi penyadaran
kepada masyarakat bahwa masalah bersama adalah mewujudakan kedaulatan ekonomi.
Dalam
kepemimpinan Presiden Jokowi, trend kebijakan ekonomi Indonesia lebih condong
ke China. Maka tidak heran jika banyak sektor perekonomian Indonesia yang
dikuasai China, misalnya bisnis property yang itu banyak mengorbankan alam
dengan maraknya kasus reklamasi di Indonesia. Selain itu, transmigran dari China
terus berdatangan secara illegal, untuk menjadi tenaga kerja murah. Masih
banyak kerjasama bilateral antara Indonesia-China di sektor ekonomi, seperti
pembangunan jalan tol, dan infrastruktur lainnya yang dimodali oleh China.
Indonesia harus hati-hati, sebab China bisa saja mengelabui kita dengan
mengambil seluruh asset penting Negara.
Hari
ini China dengan kekuatan ekonomi politiknya, perlahan dan pasti mulai
menggeser pengaruh Barat dan Eropa di Asia bahkan di dunia. Kondisi ini harus
dipahami oleh generasi muda bangsa ini, yang akan menjaga kedaulatan NKRI di
berbagai sektor. kita tidak harus membenci China sebagai suatu negara bangsa,
tetapi kita harus mencegah kekuatan ekonomi politk China mendikte negara kita
Indonesia.
Sampai
sejauh ini, negara belum mampu menjaga asset Negara, apalagi mengelola asset
dan SDA untuk kemakmuran rakyat. Cukup Freeport dan AQUA Danone saja yang
sampai hari ini mengelola dan mengambil kekayaan alam Indonesia untuk
kersejahteraan rakyatnya. Tatanan ekonomi dan politik Negara Indonesia harus
segera dirubah dan itu adalah tugas dan tanggungjawab mahasiswa/pemuda.
Saya
berharap agar seluruh elemen masyarakat, khususnya mahasiswa segera menyiapakan
diri dengan bekal pengetahuan seluas samudera, untuk menjawab tantangan zaman,
agar tidak dikelabui oleh kondisi geo politik global. Kita tidak ingin
mengulang kegagalan Wiranggaleng dalam menjaga Nusantara dari kedatangan
penjajah, seperti yang digambarkan oleh Pramoedya Ananta Toer dalam bukunya
yang berjudul “Arus Balik”.
Mari
bersama-sama mengambil spirit dari Patih Gajah Mada dan Soekarno dalam
menyatukan bangsa yang berbeda-beda. Persatuan ini hanya dapat terewujud jika
seluruh masyarakat Indonesia sadar akan penjajahan ekonomi yang dialaminya saat
ini. Penjajahan fisik itu kejam, tapi terjajah secara ekonomi jauh lebih
menyakitkan, karena tidak sadar meskipun sedang dijajah.
“Kalau mati, dengan berani; kalau hidup,
dengan berani. Kalau keberanian tidak ada, itulah sebabnya setiap bangsa asing
bisa jajah kita.”
~Pramoedya Ananta Toer~
~Pramoedya Ananta Toer~