Amirul Mukminin Vs Ummul Mukminin

Amirul Mukminin Vs Ummul Mukminin

Pandangan Kyai NU Secara Politik Terkait Manuver Politik PKB

Laci gagasan, Gus Muwafiq ---
Sayyidina Ali dan Siti Aisyah dalam perang Jamal, tidak dapat dibayakan betapa hancurnya mental umat islam kala itu. Alhamdulillah kita tidak hidup di jaman itu. Coba anda bayangkan, di sisi kanan ada amirul mukminin dan di kiri ada Ummul Mukminin, bagaimana stressnya pada saat itu. Kayak kemarin itu, Kyai yang satu di PKB dan yang satunya lagi di PKNU, membuat santri stress. Ini bukan main-main, di sisi yang satu Amirul Mukminin dan di sisi yang lain Ummul Mukminin, terus tiba-tiba ada yang bikin hiburan, dengan mengatakan bahwa; Yahudi.
 
Atas dasar itu, Nahdlatul Ulama (NU) tidak pernah mengatakan bahwa ini ulah Yahudi. Kenapa? Karena siroh itu masih dipegang betul oleh kaum muslimin, bahwa tidak mungkin Sayyidina Ali, Muawwiyah, Sahabat Rasul, yang begitu jernih tiba-tiba dengan mudahnya ditunggangi Yahudi. Itu kan aneh! Terus ini juga nanti sama kalau Habib Rizieq ditangkap, itu konspirasi Yahudi? Ini ibarat seorang anak yang bingung memilih antara ibu atau bapaknya, ketika orang tuanya cerai.
 
Kondisi seperti ini pernah dialami oleh kaum muslimin. Akhirnya Sayyidina Ali sudah benar, tapi Sayyidina Ali tahu apa yang harus dilakukan. Yang satunya juga sama-sama memakai konstitusi; ini pembunuh ya harus dibunuh. Tetapi kata Sayyidina Ali: “mana orangnya?” sama halnya dengan orang yang mengatakan “PKI harus dihancurkan”. Persolannya PKI itu dimana sekarang? Tidak ada orang yang tahu. “komunis harus ditumpas” lah Komunisnya itu dimana? “orang-orang kafir harus dibunuh” lah sekarang orang kafir itu yang mana?Akhirnya semua pada ngawur, orang pergi ke kuburan juga disebut kafir, orang nyuci keris disebut musyrik. Pada dasarnya orang-orang seperti ini juga tidak tahu dimana kafirnya.
 
Disini ada dua versi. Ada versi yang paling tidak enak, tapi sahabat-sahabat NU harus dengar. Tapi akhirnya perang, begitu gecek itu, muawiyah balas perang. Cerita ini ada dalam kitabnya Ibn khaldun, dan juga termasuk yang obyektif dalam menulis sejarah. Begitu di gecek, Amru bin As menyarankan kepada muawiyah untuk mengangkat tombak yang diatasnya ada Al-Qur’an, karena kalau tidak, akan dihajar oleh Sayyidina Ali. Amru bin As mengatakan, kalau di atasnya ada Al-Qur’an, pasti kaum muslimin terpecah.
 
Kata Sayyidina Ali, “hajar terus walaupun bawa Qur’an. Habisi , karena saya tau, mereka (Amru bin As dan Muawiyah) ini teman-teman kecil saya. Waktu kecil tidak ada orang jelek seperti mereka dan ketika tua juga tidak ada orang jelek seperti mereka” ini sebutannya Ibn Khaldun. Tapi kita tidak ikut-ikutan, yang akhirnya dalam sejarah kaum Sunni, dimunculkan sebuah hadist yang sebenarnya hadits ini saya tidak tau darimana. Jadi ada cerita, bahwa muawwiyah ini tukang cantuk-nya rasulullah. Nah ketika nyantuk rasulullah kan darahnya ada, ketika darah itu mau dibuang ke tanah, tanahnya membelah, dibuang ke tembok, temboknya terbelah. Karena heran, akhirnya darah itu diminum sama muawiyah. Ketika selesai di cantuk, Rasulullah bertanya
“mana darahnya?”
“anu ya Rasul, mau saya buang kok peristiwanya aneh, jadi saya minum”
“ooh, berarti besok ada anak cucumu dan anak cucuku saling bunuh” kata Rasulullah.
 
Ini sebenarnya untuk mendamaikan situasi terbunuhnya Sayyidina Husen atas Yasid bin Muawwiyah. Berbeda dengan Sayyidina Ali, karena situasi belum jelas. Karena Sayyidina Ali meminta bagaimana dibuat baik, sementara kubu sebelah sudah pegangan Qur’an. Nah disinilah muncul orang-orang yang menganggap, bahwa diingkari oleh Sayyidina Ali, karena tidak mengambil hukum konstitusional. Pembunuh tidak secepatnya dibunuh, maka Sayyidina Ali adalah kafir. Saat itu lah muncul tokoh yang bernama Abdurrahman bin Muscab. Ketika Abdurrahman bin Muscab membunuh Sayyidiana Ali, sehingga situasi semakin kacau.
 
Siasat politik yang dijalankan oleh Amru bin As dan Muawwiyah berhasil membelah kaum muslimin. Sayyidina Ali dianggap kafir karena tidak menjalankan hukum konstitusi. Ketika Qur’an yang diatas tombak itu memecah kaum muslimin; separuh ingin terus berperang, karena mengikuti Sayyidina Ali, separunya lagi mogok karena lihat Qur’an. Yang lainnya lagi melihat tombak, karena Al-Qur’an itu dipancalkan di atas tombak.
 
Sama juga dengan yang kemarin ini, sangat mirip. Orang tidak tahu menahu, pokoknya Qur’an, Ahok menghina Qur’an. Yang dilihat siapa saja, Ahok hanya subyeknya, hasilnya hampir mirip di jaman Sayyidina Ali. Sehingga kemarin saya melakukan kajian, ini kok ada peristiwa yang mirip. Atau hanya by design?

TTulisan ini merupakan transkrip pengajian Gus Muwafiq di channel youtube beliau

 Dimutakhirkan: 27 Oktober 2022



Laci Gagasan

Media informasi yang mengangkat isu-isu seputar mahasiswa dan artikel umum terkait ekonomi, bisnis, sosial, politik, sejarah dan budaya

Posting Komentar

komentar yang mengandung spam, tidak akan ditampilkan

Lebih baru Lebih lama