Laci Gagasan, Gus Muwafiq --- Beberapa waktu lalu, pemerintah membubarkan Hizb ut-Tahrir Indonesia (HTI) melalui Perppu. HTI dianggap sebagai ormas yang anti Pancasila dan ingin mendirikan Negara islam. Atas dasar tersebut, pemerintah mengeluarkan aturan baru terkait ormas yang anti Pancasila harus dibubarkan. Wacana Negara islam bukanlah hal baru di Indonesia, jauh sebelum kemerdekaan Negara ini sudah banyak bermunculan ormas atau pun organisasi yang ingin mendirikan Negara islam. Puncaknya pada tahun 50-60 akhir, di mana Negara Indonesia yang masih kacau dan belum stabil, terus mendapat tekanan dengan banyaknya pembrontakan di beberapa daerah. DI/TII adalah organisasi Islam di bawah komando Kartosuwiryo dan Kahar Muzaqqar yang ingin mengganti NKRI dengan Negara Islam.
Akhirnya pembrontakan tersebut dapat diatasi oleh pemerintah, dan DI/TII dapat dibubarkan. Kenapa organisasi ini tidak dapat berkembang di masyarakat, karena metode dakwah mereka yang keras dan menolak keberagaman. Mereka juga dengan mudah mengkafirkan orang lain yang tidak mau mengikuti ajaran atau bergabung dalam oragnisasinya. Karena menunjukkan islam yang tidak damai dan keras, gerakan DI/TII banyak ditolak di masyarakat dan akhirnya tidak dapat berkembang. Lalu bagaimana dengan isu dan ormas yang meneriakkan khilafah di Indonesia. HTI dan semacamnya bukanlah hal baru di Indonesia saat ini.
Awal abad 20, banyak berdiri organisasi atau Jamiyah islam. Tapi KH Hasyim Al Asy'ari (Pendiri Nahdlatul Ulama) tidak terburu-buru mendirikan jamiyah baru, meskipun beliau telah didesak oleh banyak kyai untuk mendirikan jamiyah. Ternyata alasan KH Hasyim Al Asy'ari tidak mendirikan jamiyah disaat isu khilafiah semakin kuat, karena tidak ingin mendirikan jamiyah sebagai respon atas isu khilafiah. KH Hasyim Al Asy'ari khawatir, jika isu khilafiah hilang maka jamiyah yang didirikannya juga ikut hilang. Itulah sebabnya NU bukan jamiyah yang reaksioner dan mudah terpengaruh dengan isu dan cercaan dari jamiyah lain.
Dalam mendirikan NU, KH Hasyim Al Asy'ari tidak asal dan sembarangan. Beliau melalui rintangan yang panjang dan berliku. Setelah mengkaji Al-Qur’an, KH Hasyim Al Asy'ari mendapat perintah untuk mendirikan NU melalui sholat Istikharah. Perintah mendirikan organisasi ini untuk menghadapi segala macam tantangan zaman. Dasar mendirikan NU adalah “Yuriduna li utfiu nurallahi bi afwahihim wallahu mutimmu nurihi wa law karihal kafirun” (Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru) menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya. QS. ASH SHAFF 61:8).
Suatu saat di Timur tengah, akan muncul islam dengan gaya baru, karena model islam yang ada di sana tidak memberikan kenyamanan bagi masyarakat. Hampir setiap hari ada konflik yang berujung pada perang antar sesama umat islam. Ambil contoh Wahabi dan Syi’ah yang sampai saat ini tidak pernah akur. Meskipun sama-sama umat islam, tetap saja selalu ada perpecahan diantara mereka. Model islam yang ada di sana perlahan tapi pasti akan tergantikan dengan gaya islam baru yang lebih damai dan dapat diterima oleh semuanya.
NU dan Ormas pendukung khilafah itu ibarat pohon dan pupuk. Kalau pohon jarang dipupuk, buahnya tidak lebat. Tidak selamanya pupuk itu baunya enak, terkadang juga tidak enak. Ketika banyak yang mengatakan Sholawatan jelak, ziarah kubur musyrik, dan mauludan bid’ah, malah semakin banyak yang melakukan itu. Dengan fenomena semacam ini, “Yuriduna li utfiu nurallahi bi afwahihim wallahu mutimmu nurihi wa law karihal kafirun” betul-betul terjadi.
Tidak heran jika Kyai NU menanggapi dingin ormas yang menjelek-jelekan NU dan dijadikan sebagai hiburan santri saja. Orang baru sadar kalau Gus Dur adalah wali Allah, padahal dulu dimaki-maki dan dianggap kafir, Karena dulu Gus Dur melegalkan agama Konghucu, dan masih banyak lagi keputusan beliau yang dianggap kontroversi. Tapi dengan berbagai tanggapan miring yang disematkan padanya, Gus Dur tidak terlalu menanggapi, bahkan terkesan menghiraukan. Beginilah cara NU menanggapi isu khilafah dan ormas pendukungnya, malah dibiarkan saja. Hal semacam ini dianggap sebagai pupuknya NU.
Akhirnya pembrontakan tersebut dapat diatasi oleh pemerintah, dan DI/TII dapat dibubarkan. Kenapa organisasi ini tidak dapat berkembang di masyarakat, karena metode dakwah mereka yang keras dan menolak keberagaman. Mereka juga dengan mudah mengkafirkan orang lain yang tidak mau mengikuti ajaran atau bergabung dalam oragnisasinya. Karena menunjukkan islam yang tidak damai dan keras, gerakan DI/TII banyak ditolak di masyarakat dan akhirnya tidak dapat berkembang. Lalu bagaimana dengan isu dan ormas yang meneriakkan khilafah di Indonesia. HTI dan semacamnya bukanlah hal baru di Indonesia saat ini.
Awal abad 20, banyak berdiri organisasi atau Jamiyah islam. Tapi KH Hasyim Al Asy'ari (Pendiri Nahdlatul Ulama) tidak terburu-buru mendirikan jamiyah baru, meskipun beliau telah didesak oleh banyak kyai untuk mendirikan jamiyah. Ternyata alasan KH Hasyim Al Asy'ari tidak mendirikan jamiyah disaat isu khilafiah semakin kuat, karena tidak ingin mendirikan jamiyah sebagai respon atas isu khilafiah. KH Hasyim Al Asy'ari khawatir, jika isu khilafiah hilang maka jamiyah yang didirikannya juga ikut hilang. Itulah sebabnya NU bukan jamiyah yang reaksioner dan mudah terpengaruh dengan isu dan cercaan dari jamiyah lain.
Dalam mendirikan NU, KH Hasyim Al Asy'ari tidak asal dan sembarangan. Beliau melalui rintangan yang panjang dan berliku. Setelah mengkaji Al-Qur’an, KH Hasyim Al Asy'ari mendapat perintah untuk mendirikan NU melalui sholat Istikharah. Perintah mendirikan organisasi ini untuk menghadapi segala macam tantangan zaman. Dasar mendirikan NU adalah “Yuriduna li utfiu nurallahi bi afwahihim wallahu mutimmu nurihi wa law karihal kafirun” (Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru) menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya. QS. ASH SHAFF 61:8).
Suatu saat di Timur tengah, akan muncul islam dengan gaya baru, karena model islam yang ada di sana tidak memberikan kenyamanan bagi masyarakat. Hampir setiap hari ada konflik yang berujung pada perang antar sesama umat islam. Ambil contoh Wahabi dan Syi’ah yang sampai saat ini tidak pernah akur. Meskipun sama-sama umat islam, tetap saja selalu ada perpecahan diantara mereka. Model islam yang ada di sana perlahan tapi pasti akan tergantikan dengan gaya islam baru yang lebih damai dan dapat diterima oleh semuanya.
NU dan Ormas pendukung khilafah itu ibarat pohon dan pupuk. Kalau pohon jarang dipupuk, buahnya tidak lebat. Tidak selamanya pupuk itu baunya enak, terkadang juga tidak enak. Ketika banyak yang mengatakan Sholawatan jelak, ziarah kubur musyrik, dan mauludan bid’ah, malah semakin banyak yang melakukan itu. Dengan fenomena semacam ini, “Yuriduna li utfiu nurallahi bi afwahihim wallahu mutimmu nurihi wa law karihal kafirun” betul-betul terjadi.
Tidak heran jika Kyai NU menanggapi dingin ormas yang menjelek-jelekan NU dan dijadikan sebagai hiburan santri saja. Orang baru sadar kalau Gus Dur adalah wali Allah, padahal dulu dimaki-maki dan dianggap kafir, Karena dulu Gus Dur melegalkan agama Konghucu, dan masih banyak lagi keputusan beliau yang dianggap kontroversi. Tapi dengan berbagai tanggapan miring yang disematkan padanya, Gus Dur tidak terlalu menanggapi, bahkan terkesan menghiraukan. Beginilah cara NU menanggapi isu khilafah dan ormas pendukungnya, malah dibiarkan saja. Hal semacam ini dianggap sebagai pupuknya NU.
Tulisan ini merupakan transkrip pengajian Gus Muwafiq di channel youtube beliauDimutakhirkan: 27 Oktober 2022