Tidak Ada Islam Radikal dan Islam Toleran

Tidak Ada Islam Radikal dan Islam Toleran

Islam Yang Sesungguhnya dalam Kehidupan Manusia

Laci Gagasan, Gus Muwafiq --- Saat ini lagi nge-trend yang disebut “Islam radikal” dan ”Islam Toleran,” yang sebenarnya keduanya tidak ada. Yang ada itu hanya gaya orangnya, tapi prinsipnya sama yaitu; Islam. Karena Rasulullah pernah ditanya sama malaikat;
  1. Pertanyaan pertama: mahwal iman? Rasulullah menjawab, “antukmina billahi wamalaikatihi wakutubihi warusulihi wal yaumilakhir watukmina bilqadri khoirihi wasyarrihi” (HR. Muslim). Kemudian malaikat berkata “benar engkau wahai Rasulullah Muhammad.”
  2. Pertanyaan kedua: mahwal islam?” syahadat La Ilaha Illallah wa anna Muhammadar Rasulullah.” (HR. Bukhari dan Muslim). Syahadat, sholat, zakat, puasa, dan haji. Kata nabi. Kemudian malaikat berkata “benar engkau wahai Rasulullah Muhammad.”
  3. Pertanyaan ketiga: mahwal ihsan? Rasulullah menjawab “Anta’budallah ka annaka taraah, fa’illam takun taraah, fa’innahu yaraak.”( Engkau mengabdi kepada Allah seperti engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu). Kemudian malaikat berkata “benar engkau wahai rasulullah Muhammad.”
Persolannya mungkin berada pada cara manusia memandang atau cara manusia merasa dilihat dalam beribadah. Agak berbeda, yang satu merasa beribadah kalau sudah nembak orang, yang satu lagi merasa bahwa kaum muslimin itu benar-benar dicintai oleh Allah dan rasululullah kalau sudah membuang seluruh unsur, selain yang diajarkan oleh Rasulullah secara verbal atau disunnahkan. Ada pula yang merasa bahwa beribadah kepada Allah itu kembali seperti di zaman Rasulullah, sehingga semua harus kembali pada apa yang tercantum dalam Al-Qur’an dan Sunnah nabi secara tekstual.

Ada juga yang memandang bahwa, beribadah kepada Allah ada yang namanya Mahdhah dan Ghairu Mahdhah. Ibadah Mahdhah itu yang sudah ada ketentuannya, sedangkan Ghairu Mahdhah menggunakan dasar “ana a'lamu bi umuri dinukum wa antum a'lamu biumuri dunyakum (aku lebih mengerti urusan agamamu, tapi kamu lebih mengerti urusan duniamu.)” Inilah yang menghasilkan perbedaan, makanya setelah Rasulullah sesungguhnya semua masih sama, hanya saja friksi setelah rasulullah terjadi di kalangan muslimin, terkait bagaimana manusia mensikapi dirinya, menggunakan agama di hadapan Allah sepeninggal Rasulullah.

Sepeninggal Rasulullah, masalah pertama yang terjadi; siapa yang menggantikan beliau untuk mengatur masalah kaum muslimin. Bukan masalah rukun iman dan rukun islam, tapi siapa yang menjadi pemimpin pengganti Rasulullah. Saat itu sudah mulai terjadi friksi.

Yang satu berpikiran bahwa, yang punya kedekatan dzuriah. Jika berdasarkan kedekatan dzuriah, maka yang paling mungkin adalah Sayyidina Ali. Yang satu menekankan sistem demokrasi; siapa yang pernah ditunjuk Rasulullah untuk menjadi Imam sholat, yaitu; Sayyidina Abu Bakar. Kelompok ini lebih kepada budaya dan tradisi yang ada di Arab; siapa yang lebih tua, kaya, tapi juga punya kedekatan dengan Rasulullah yaitu; Sayyidina Abu bakar.

Setelah dimusyawarahkan selama tiga hari, sehingga Rasulullah tak kunjung dimakamkan. Akhirnya Sayyidina Abu Bakar yang terpilih menjadi pemimpin berikutnya. Pada awalnya tidak ada maslah yang berarti, tapi setelah Abu bakar meninggal dan diganti oleh Sayyidina Umar. Tapi disini sudah mulai muncul friksi di kalangan umat islam, bukan friksi rukun iman dan rukun islam; jadi itu yang membuat islam secara diniyah terjaga, karena konfliknya tidak berawal dari perbedaan pemahaman uluhiyah. Friksi-friksi ini berlanjut hingga ke zaman Sayyidina Utsman.

Di zaman Sayyidina Utsman sudah terpecah menjadi beberapa klan atau kelompok di dalam Jemaah kaum muslimin. Sampai akhirnya saling hasut, yang itu diluar mahwal iman dan mahwal islam. Situasi semakin kacau dan mencapai puncaknya ketika Sayyidina Utsman meninggal. Muawwiyah bin Abu Sofyan dengan Amru bin As secara politik merepresentasikan kekuatan baru. Dengan terus berpidato dan membawa jubah Sayyidina Utsman yang berlumuran darah, dan di situ Muawiyah bersumpah; “ saya tidak akan menggauli istri saya dan saya tidak akan tidur dalam keadaan terlentang, sebelum pembunuh Sayyidinah Utsman diadili.

Sayyidina Ali sebagai pengganti sayyidina Utsman semakin terjepit oleh suasana dan kondisi saat itu. Kenapa? Karena pelakunya keroyokan, sehingga tidak jelas siapa yang membunuh Sayyidina Utsman. Kaum Sayyidina Utsaman dan Bani Umayyah terus mendesak dan menekan Sayyidina Ali agar menemukan dan mengadili pelaku. Sayyidina ali berkata; “sebentar dulu, saya ini dipilih kaum muslimin, saya harus menjalankan sesuai aturan konstitusi.”

Kasus serupa terjadi di Indonesia, presiden Jokowi berkata biarkan konstitusi yang mengadili Ahok. Tapi ribuan massa aksi demontrasi yang menuntut Ahok terus mendesak presiden, sehingga presiden mengambil langkah untuk mengamankan konstitusi.

Kalau terjadi konflik di kalangan kaum muslimin, jangan terburu buru mengambil kesimpulan; Yahudi. Karena kalau terburu-buru mengambil kesimpulan, artinya sama saja menganggap Sayyidina Ali dan Muawiyah ini orang-orang bodoh yang bisa ditunggangi oleh Yahudi. Inilah kemudian kenapa Nahdlatul Ulama (NU) tidak serta-merta selalu mengkaitkan konflik kaum muslimin dengan Yahudi. Akhir-akhir ini umat sering asal berpendapat, bahwa setiap ada konflik di kalangan kaum muslimin, yang salah adalah Yahudi dan Nasrani.

Tulisan ini merupakan transkrip pengajian Gus Muwafiq di channel youtube beliau


Dimutakhirkan: 27 Oktober 2022



Laci Gagasan

Media informasi yang mengangkat isu-isu seputar mahasiswa dan artikel umum terkait ekonomi, bisnis, sosial, politik, sejarah dan budaya

Posting Komentar

komentar yang mengandung spam, tidak akan ditampilkan

Lebih baru Lebih lama