Menetasnya Garuda Indonesia: Tepat Satu Abad Kemerdekaan

Menetasnya Garuda Indonesia: Tepat Satu Abad Kemerdekaan

100 Tahun Kemerdekaan Indonesia: Pencapaian dan Tantangannya

Laci Gagasan, Opini - Sebelum menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dahulunya Bumi Pertiwi disebut Nusantara. Sejak dahulu, nusantara adalah suatu persatuan bangsa-bangsa dari hampir seluruh Asia Tenggara. Bukan hal yang mudah untuk menyatukan perbedaan yang sangat majemuk tersebut dalam satu bentuk pemerintahan yang sah. Tapi di tangan para pemimpin nusantara ini, tidak ada yang mustahil. Buktinya dua kerajaan terbesar dalam sejarah peradaban dunia, Sriwijaya dan Majapahit pernah berdiri di bumi nusantara ini. Sebagai generasi yang terpaut jauh dari masa kejayaan tersebut, kita sebaiknya menarik anak panah semakin ke belakang, agar anak panah peradaban dapat melesat jauh ke depan.

Membaca dan mempelajari sejarah, bukan berarti kita harus kembali ke masa lalu, tetapi lebih penting adalah bagaimana memahami cara para pendahulu kita dalam membangun nusantara ini. Kita tidak boleh memutus tali sejarah, sebab kita akan bingung dalam menghadapi pergolakan zaman. Tugas utama kita sebagai mahasiswa adalah kembali pada sejarah dan peradaban para pendahulu kita yang telah diwariskan. Tak dapat disangkal, bahwa peradaban nusantara adalah salah satu peradaban yang sangat maju yang pernah ada. Candi Borobudur dan Prambanan adalah beberapa dari sekian banyak peninggalan peradaban para pendahulu kita.

Artinya kita harus menggali kembali sejarah dan peradaban nenek moyang kita yang telah atau hampir hilang di telan waktu. Kita semua tahu bahwa, sejarah kita telah dirampas dan diangkut oleh para penjajahl ke negara mereka. Jadi generasi sekarang adalah generasi tanpa identitas, sehingga kecenderungannya pasif dan monoton. Generasi sekarang ini disebiut Milenial, yaitu generasi yang sangat tergantung pada arus teknologi tapi cenderung naïf dalam melihat realitas politik. Muaranya pada terbentuknya generasi yang konsumtif, pasif, hedonis, apatis, dan pragmatis.

Untuk membangun sebuah peradaban yang maju, tidak cukup dengan bermodalkan jumlah masyarakat yang banyak. Terbukti Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, tetapi kemajuannnya jauh di bawah China, India, dan USA. Artinya ada persoalan pada SDM yang sangat riskan. Kualitas mahasiswa Indonesia sangat jauh dibandingkan dengan Negara maju lainnya.

Untuk membangun kembali peradaban nusantara di era modern Ini, saya mengajukan dua sektor penting yang harus ditata kembali, yaitu; pendidikan dan kebudayaan. Dua hal ini sangat penting dalam membangun sebuah peradaban, karena sejarah telah membuktikan hal tersebut. Peradaban Islam mampu mempengaruhi dunia hingga abad ke empat belas, semua itu dibangun melalui pendidikan dan kebudayaan.

Pendidikan

Berbicara mengenai dinamika pendidikan nasional, sejauh ini sangat riskan dan jauh dari harapan akan kemajuan, justru cenderung sebaliknya. Pendidikan di Indonesia, tidak lagi mengindahkan amanat UUD 1945. Pendidikan tidak lagi bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, tetapi pendidikan telah dijadikan sebagai salah satu komoditi perdagangan. Pendidikan termasuk 1 dari 12 item perdagangan dunia. Artinya orientasi pendidikan adalah pasar dan keuntungan ekonomis.

Bukti dari disorientasi pendidikan di Indonesia; banyaknya angka putus sekolah, berdasarkan data UNICEF tahun 2016 sebanyak 2,5 juta anak Indonesia tidak dapat menikmati pendidikan lanjutan yakni sebanyak 600 ribu anak usia Sekolah Dasar (SD)dan 1,9 juta anak usia Sekolah Menengah Pertama (SMP). Ini masih menjadi persoalan klasik Negara sampai saat ini. Persoalan berikutnya yang paling mendasar adalah biaya pendidikan yang semakin mahal tiap tahunnya. Padahal 20% anggaran APBN dialokasikan untuk pendidikan, tetapi masih belum mampu menyelesaikan persoalan pendidikan.

Belum lagi jumlah Perguruan Tinggi Negri (PTN) kalah jauh dibandingkan Perguruan tinggi Swasta (PTS). Karena jumlah PTN yang minim, membuat banyak calon mahasiswa lari ke PTS yang notabene biayanya jauh lebih mahal. Selain itu, kualitas PTS lebih baik daripada PTN. Belum lagi kurikulum pendidikan yang selalu berubah setiap pergantian Menteri pendidikan. Seolah siswa atupun mahasiswa Indonesia adalah kelinci percobaan bagi para menteri pendidikan.

Kemudian adanya dualisme pendidikan di Indonesia. Kemendikbud dan Kemenag sama-sama memiliki sistem pendidikan sendiri. Dalam faktanya di lapangan, terjadi ketidakadilan terhadap lulusan-lulusan universitas umum dan universitas agama. Misalnya lulusan UIN, tidak bisa jadi PNS di bawah naungan Kemendikbud. Juga tidak bisa jadi guru di instansi pendidikan di bawah naungan Kemendikbud. Belum lagi di dunia kerja, lulusan UIN selalu ditolak mentah-mentah karena persoalan gelar sarjana yang ada embel-embel islam-nya.

Misalnya di kampus saya UIN, banyak lulusan yang gagap setelah lulus. Hal ini disebabkan karena kampus tidak memberikan bekal bagi mahasiswanya dalam menghadapi realitas zaman. Kampus hanya memberikan setumpuk tugas dan teori yang sudah basi bagi mahasiswa. Maka tidak heran, jika di kampus saya ini banyak dosen yang berasal dari lulusan kampus lain. Dapat dihitung jari dosen yang murni lulusan UIN di kampus saya. Ini bagi saya adalah persolan yang harus segera dibenahi.

Berdasarkan dari persoalan pendidikan di atas yang masih general, menurut saya sistem dan orientasi pendidikan kita harus dibenahi. Hari ini masih tersisa bentuk pendidikan yang itu merupakan warisan peradaban. Pesantren misalnya; sistem pendidikan ini tidak sembarangan, ada sistem dan orientasi yang jelas dalam sistem pendidikan pesantren. Sistem pendidikan seperti ini telah ada sejak dahulu dan mampu mengahdapi tantangan zaman. Meskipun dalam kacamata orang modern, pesantren adalah sistem pendidikan tradisional. Toh nyatanya pesantren tetap eksis sejauh ini dan tidak gagap diterpa zaman. Jauh berbeda dengan sistem pendidikan formal yang selalu berubah

Menurut saya, sebab dari kocar-kacirnya sistem pendidikan kita adalah, tidak ditemukannya sistem pendidikan yang baik. Padahal dalam sejarahnya, peradaban nusantara yang megah itu dibangun melalui sektor pendidikan. Misalnya candi Borobudur dan Prambanan, bangunan megah tersebut dibangun oleh tangan-tangan istimewa, yang itu dibentuk melalui sistem pendidikan.

Saya tidak bisa memberikan solusi konkrit sampai ke teknis penyelesainnya. Hanya saja bagi saya, persoalan pendidikan di atas harus segera disadari oleh pemerintah dan mencoba mencari serta menemukan kembali identitas kebangsaan kita yang telah hilang. Tugas semua pihak, tak terkecuali mahasiswa harus mencari kemabali akar sejarah yang hilang. Sebagai mahasiswa yang telah dibebani tanggung jawab besar sebagai agent of change and agent of control social, sudah saatnya sadar bahwa masa depan Negara ada di tangan mahasiswa.

Kebudayaan

Sektor kedua yang harus segera dibenahi adalah kebudayaan bangsa Indonesia. Sebagai Negara dengan masyarakat yang heterogen, akhir-akhir ini sering terjadi konflik horizontal sesama masyarakat Indonesia. Negara ini di ambang kehancuran, akibat konflik antar golongan. Semangat gotong-royong dan sikap plural di tengah-tengah kehidupan masyarakat hampir punah. Ujian kebangsaan adalah bagaimana menyatukan kembali dan mengharmoniskan kehidupan masyarakat yang berbeda suku, bangsa, agama, ras, dan golongan.

Hari ini kita melihat, orang Jawa, Bugis, Melayu, dan Papua, tidak lagi menjadi bangsa sebagaimana mestinya. Kearifan lokal setiap budaya tersebut telah terkikis oleh arus zaman. Perlahan namun pasti, tujuan dari arus globalisasi adalah bagaiaman mewujudkan satu bentuk tatanan manusia yang baku. Artinya ada misi menghancurkan ciri khas suku bangsa yang ada di Indonesia, dengan menjadikan kita semua sebagai manusia modern yang konsumtif, dan pragmatis.

Sejarah telah membuktikan, bahwa nusantara dahulu kala besar, karena bersatunya bangsa- bangsa dalam satu kesatuan pemerintahan. Sejarah kita berbeda dengan sejarah bangsa Barat. Negara kita Indonesia berdiri di atas semua golongan, sedangkan Negara Barat seperti Inggris, Jerman, dan Prancis, Negara dengan masyarakat yang homogen. Sehingga Negara-negara barat mampu dan mudah menyelesaikan konflik golongan di masyarakat. Jauh berbeda dengan Indonesia, yang itu terdapat ratusan suku bangsa dalam satu Negara. Ini tantangan sekaligus kekuatan bagi Indonesia untuk membangun peradabannya kembali seperti dahulu kala.

Terakhir dan paling penting sebagai bangsa dan Negara Indonesia, seluruh masyarakat khususnya mahasiswa, harus kembali pada identitas dan kearifan lokal masing-masing. Orang Jawa menjadi orang jawa sebagaimana ajaran leluhurnya, begitu pula dengan orang Bugis, Melayu dll. karena setiap kebudayaan di Indonesia, selalu mengajarkan tentang perdamaian dan persatuan, serta memiliki metode pendidikan tersndiri.


Dimutakhirkan: 14 Oktober 2022
Laci Gagasan

Media informasi yang mengangkat isu-isu seputar mahasiswa dan artikel umum terkait ekonomi, bisnis, sosial, politik, sejarah dan budaya

Posting Komentar

komentar yang mengandung spam, tidak akan ditampilkan

Lebih baru Lebih lama