Foto: TvOne |
Laci Gagasan, Politik - Pasca debat pilpres ketiga pada 7 Januari lalu, menimbulkan beragam reaksi dari berbagai pihak, tak terkecuali Presiden Jokowi. Suasana debat ketiga ini memang memanas sejak awal dimulainya hingga akhir sesi debat. Ketiga paslon saling serang untuk menunjukkan power dan hegemoni masing-masing atas penguasaan tema debat. Prabowo dan Anies adalah 2 paslon yang paling menguasai jalannya sesi debat, sementara Ganjar lebih pasif.
Efek dari debat pilpres terus
berlanjut dengan munculnya berbagai rekasi dan pernyataan para elit politik,
mulai dari Presiden, Paslon, Tim sukses, hingga masyarakat umum. Debat pilpres
ini memang lebih banyak menghasilkan masalah dan konflik ketimbang memberi
manfaat pada masyarakat umum.
Intrik politik terus memanas pasca
debat pilpres ini, saling sindir antar paslon tak terhindarkan. Di forum-forum
kampanye yang dihadiri para calon presiden ini, hanya berisikan umpatan dan
intrik semata. Kondisi ini tentunya akan merugikan masyarakat umum, karena para
pendukung paslon akan terus memproduksi konflik. Para tim sukses dari ketiga capres
ini terus melakukan penggiringan opini publik agar capres yang mereka dukung
mendapat simpati dan dukungan publik. Namun yang terjadi justru sebaliknya,
para tim sukses justru memproduksi konflik horizontal di masyarakat.
Panasanya situasi kondisi politik
nasional diperparah dengan terlibatnya Presiden Jokowi secara langsung dan
aktif. Sehari setelah debat pilpres, Presiden Jokowi memberikan tanggapan yang sangat politis atas mekanisme debat yang
dianggapnya tidak mendidik masyarakat. Bukannya menjadi penengah konflik malah
justru sebaliknya semakin mempertajam konflik politik. Seorang Presiden
idealnya tidak perlu menanggapi hal semacam itu yang sangat receh.
Publik yang awalnya masih simpati
terhadap pemerintah yang selalu dikritik oleh calon presiden dalam debat, malah
sekarang berbalik antipati terhadap Presiden Jokowi yang akhir-akhir ini
melakukan manuver politik yang kesannya konyol. Mengingat Gibran adalah
cawapres Prabowo yang juga anak sulung Presiden, tentunya setiap pernyataan
Presiden, mengenai situasi kondisi politik akan mendapat sorotan publik.
Sejak awal proses pencalonan Gibran sebagai cawapres telah menimbulkan banyak masalah dan intrik politik nasional. Tidak bisa dipungkiri, bahwa proses pencalonan Gibran adalah salah satu manuver politik yang dilakukan oleh Jokowi dengan mengorbankan ketua MK saat itu. Tetapi hal ini masih bisa diterima oleh publik karena Presiden Jokowi tidak terlibat aktif dan langsung dalam kapasitasnya sebagai Presiden Indonesia.
Citra Jokowi sebagai Presiden masih belum tersentuh secara politik
karena ia masih pasif terhadap isu tersebut, sehingga masih terkesan aman.
Publik masih simpati terhadap Jokowi, terbukti dengan masih stabilnya
elektabilitas paslon Prabowo-Gibran sebelum agenda debat pilpres dilaksanakan.
Makin kesini kok makin kesana,
kira-kira begitulah gambaran situasi kondisi Presiden Jokowi saat ini.
menjelang akhir masa jabatannya, manuver politik yang dilakukan Jokowi terkesan
amburadul dan tidak tertata rapi. Jokowi melakukan beberapa blunder politik
dalam kapsitasnya sebagai Presiden, diantaranya; pertemuan empat mata dengan
Prabowo sebelum agenda debat pilpres ketiga, yang menimbulkan reaksi negatif
publik terhdap Presiden. Kemudian pernyataan Presiden agar KPU mengganti format
debat pilpres, adalah blunder terparah Jokowi sebagai presiden.
Seolah-olah Jokowi kehilangan
taringnya dalam pertarungan politik. Bukannya memanfaatkan sisa masa jabatannya
untuk memperkuat posisi politiknya, malah melakukan banyak blunder yang semakin
menggerus pengaruhnya terhadap publik. Sekalipun Jokowi mendukung Prabowo,
tidak perlu lah melakukan manuver yang dianggap tidak penting dilakukan dalam
kapasitas dia sebagai Presiden Indonesia.
Dengan meminta KPU mengganti
format debat karena dirasa format yang sekarang ini tidak efektif dan tidak
mendidik dalam prosesnya, adalah kesalahan nyata seorang Presiden. Masa iya
Presiden ikut cawe-cawe urusan teknis seperti itu. Apalagi ditambah
dengan kondisi Prabowo yang terus diserang dalam debat tersebut menunjukkan
indikasi kekalahan Prabowo dalam debat tersebut. Dengan adanya statement dari
Presiden pasca debat, sangat mengindikasikan keberpihakan nyata seorang
Presiden terhadap salah satu paslon. Hal ini tentunya tidak baik dalam menjaga
elektabilitas Prabowo-gibran.
Jika memang dirasa perlu diganti
mekanisme debat pilpres, seorang presiden tidak perlu berkomentar dihadapan media.
Cukup panggil KPU debat secara tertutup dan rahasia tanpa diketahui publik dan
intruksikan untuk melakukan format debat pilpres. Biarkan KPU yang berpikir
bagaimana menerjemahkan perintah Presiden menjadi nyata. Dengan munculnya
statement Presiden Jokowi ini menunjukkan posisi Presiden semakin lemah secara
kekuasaan dan politik ditengan situasi kondisi politik nasional yang memanas
dan juga menjelang akhir masa Jabatan presiden Jokowi.