Ritual Ibadah Umat Islam Yang Mirip Perilaku Menyembah Berhala

Ritual Ibadah Umat Islam Yang Mirip Perilaku Menyembah Berhala

Sejarah Ka'bah dari Berhala Hingga Menjadi Pusat Peribadatan Umat Islam

Laci Gagasan, Opini – Bermula dari unggahan di sosial media, di mana diperlihatkan (ada) seseorang yang mencium sebuah bangunan, dibalut oleh kain berwarna hitam atau dalam agama Islam disebut sebagai Ka’bah. Seperti yang diketahui bersama, Ka’bah merupakan bangunan berbentuk kubus yang dijadikan kiblat oleh umat Islam di seluruh dunia.

Bangunan yang identik dengan umat Islam ini memiliki sejarah panjang, mulai dari Nabi Ibrahim sampai kerasulan Nabi Muhammad dan bertahan hingga saat ini. Dalam sejarahnya disebutkan, bangunan ini terletak di tengah-tengah Masjidil Haram, pun bangunan ini dipercaya sebagai Rumah Allah oleh umat muslim.

Dalam rutinitas umat Islam, terutama ketika melakukan ibadah haji maupun umroh. Umat Islam pasti akan mengelilingi bangunan tersebut. Hal ini menimbulkan sebuah pertanyaan dalam benak saya, “Untuk tujuan apa orang-orang mengelilingi Ka’bah (bangunan) dan mengapa ketika mereka mengelilingi bangunan tersebut harus berlawanan dengan arah jarum jam?”

Pertanyaan lain yang mengusik yaitu, dulu pada zaman kenabian, para Nabi dan Rasul sangat menentang adanya Berhala. Padahal jika merujuk pada fakta sejarahnya, Berhala merupakan objek yang diagungkan oleh penganutnya. Orang-orang yang meyakini “Rumah Tuhan” maupun orang-orang yang menyembah Berhala memanifestasikan Berhala sebagai Tuhan, bukanlah sebuah kekeliruan jika mengingat “kepercayaan” dan “keimanan” tidak diperkenankan dengan unsur paksaan apalagi harus dipertentangkan. Terlebih setiap orang berhak memilih keyakinannya sendiri, meski Islam dikatakan sebagai ajaran paling benar.

Jika kita hendak mau mempertanyakan dan menegaskan kata “paling benar” di sini hanya berdasarkan pada subjektivitas keislaman semata. Lantas, bagaimana “paling benar” dan “sempurna” menjadi salah satu tolok ukur atau pemerataan persepsi atas apa yang diakui oleh Islam. Bukankah menjadi salah satu kegagalan, apabila ajaran Islam menyamaratakan kepercayaan atau kebenaran berdasarkan keyakinannya sendiri? Lalu, bagaimana dengan ajaran atau keyakinan di luar Islam, apakah itu tidaklah benar, meski kepercayaan tersebut ada jauh sebelum Islam?

Kita semua tahu, bahwa Ka’bah merupakan objek dan kebendaan di mana disematkan padanya sebagai bangunan suci, tempat bersemayamnya Tuhan. Begitu pula dengan Berhala yang dipercaya oleh orang-orang terdahulu [sebelum Islam], di mana Berhala dipercaya sebagai keramat dan tempat menyemarakkan doa. Seperti halnya Ka’bah, ada ritual-ritual yang dilakukan oleh orang-orang penyembah Berhala di mana di dalamnya terdapat munajat dan doa-doa yang dipanjatkan. Hal ini tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh umat Islam ketika mengelilingi Ka’bah atau mencium Hajar Aswad.

Coba diingat-ingat kembali setiap prosesi yang dilakukan oleh orang-orang yang pergi haji. Apakah hal tersebut beda dengan ritual ataukah sama? Bukankah “prosesi” yang dilakukan serupa hanya berbeda dalam proses pelaksanaannya saja? Pertanyaan lain yang timbul kemudian, apakah Ka’bah bukanlah sebuah bangunan yang dengan sengaja dibuat oleh manusia, atau secara kasar Ka’bah merupakan ciptaan manusia, dibuat oleh manusia sebagai sarana untuk melakukan ritual?

Kita tentu bisa menelusuri sejarah panjang dan bagaimana Ka’bah itu ada dan diciptakan, sampai siapa yang memperbaikinya pun bisa ditemukan di internet atau risalah-risalah Islam.

Hal ini tentu bertentangan dengan ajaran dan anjuran yang disampaikan Tuhan, di mana sangatlah dilarang untuk menduakan Allah bagi umat Islam. Pun sudah dengan tegas disebutkan dalam Al-Quran, bahwa menduakan Allah merupakan kezaliman dan kemurtadan, bahkan orang yang menduakan Allah atau menyembah selain-Nya dikatakan kafir.

Tentu sangat saya pahami, pernyataan ini akan menimbulkan konfrontasi bagi umat Islam dan bisa jadi Anda yang membaca tulisan ini akan mengatakan ini sebagai penistaan agama. Tapi saya tegaskan kembali, tulisan ini bukanlah unsur penistaan maupun penyesatan pola pikir. Justru sebaliknya, saya menulis ini sebagai refleksi atas sejarah panjang yang juga ditentang oleh ajaran Islam.

Bagi yang menentang atau tidak setuju dengan tulisan ini. Pertanyaan yang akan saya ajukan kemudian adalah “Apa perbedaan dari Berhala dan Ka’bah, bukankah itu sama objek yang dikeramatkan dan disucikan, entah oleh umat Islam maupun umat sebelum Islam?”.

Tentu saya memahami, umat Islam berlomba-lomba melaksanakan kewajiban dan menunaikan rukun Islam kelima. Tapi apakah dianjurkan untuk menyembah Ka’bah, padahal Ka’bah adalah kiblat, di mana kiblat itu sendiri merupakan petunjuk arah untuk orang-orang Islam dalam menentukan arah salatnya. Lantas mengapa kemudian, orang-orang Islam terpaku pada Ka’bah dan seakan-akan menyembahnya sebagai sesuatu yang suci? Jika memang itu disebut sebagai arah Kiblat, mengapa juga disebutkan sebagai “Rumah Allah”, seakan-akan mengisyaratkan Tuhan ada di sana.

Pertanyaan lain yang muncul setelahnya “dari jaman siapakah adanya rukun islam itu? Kenapa harus 5 rukun islam itu?”.

Sebenarnya masih banyak hal yang dipertanyakan terkait Ka’bah dan Berhala, akan tetapi saya sendiri memahami bahwa orang-orang yang membaca tulisan ini sangatlah menentang bahkan dalam pikirannya sangat jengkel atau merasa disudutkan. Sekali lagi saya tegaskan, tulisan ini bukanlah penistaan yang merujuk pada pengrusakan nama baik Islam atau orang-orang yang menganutnya.

Terkait unggahan (video) yang disebutkan di awal. Dalam video tersebut diperlihatkan seseorang mencium Ka’bah (bangunan suci) sembari menggendong anaknya yang masih balita. Anda tahu apa yang pertama kali terlintas dalam benak saya saat melihat video tersebut?

“Jorok ya” – pikirku saat melihat adegan dalam video tersebut. Kenapa saya berpikir bahwa itu sesuatu yang jorok?

Coba pikirkan, setiap tahunnya kita tahu ada ribuan bahkan ratusan ribu orang yang pergi untuk berhaji. Ribuan hingga ratusan ribu tersebut berlomba-lomba untuk bisa menyentuh bahkan mencium Ka’bah hingga Hajar Aswad. Bagaimana saya tidak mengatakan itu sebagai sesuatu yang jorok. Belum lagi, berapa banyak bakteri yang menempel di sana dan kita sendiri tidak pernah tahu apakah itu suci atau tidak. Yang lebih membingungkan adalah, Ka’bah itu terletak di tengah-tengah lalu lalang ribuan orang, di mana bangunannya sendiri hanya ditutupi kain dan sudah bisa dipastikan sepanjang harinya terpapar sinar matahari maupun hujan serta debu.

Sepintas pengetahuan saya, orang-orang yang hendak melakukan ibadah sangat dianjurkan untuk berada dalam keadaan bersih dan suci. Nah, Ka’bah sendiri tidak diketahui ada dalam keadaan suci atau bersih.

Tapi kenapa tempat yang dikatakan sebagai tempat suci tidak mencerminkan kebersihan? Kenapa harus dicium? Semua orang berlomba lomba untuk bisa mencium bangunan tersebut hingga harus berdesak-desakan, cenderung tidak sabaran bahkan terlihat tidak memperhatikan keselamatannya sendiri. Padahal dalam Islam sendiri telah diajarkan untuk bersabar, tapi kenapa untuk mencium bangunan tersebut tidak antri? Seharusnya untuk bisa mencium bangunan tersebut kita diberikan fasilitas yang baik dong. Karena apa? Ya karena sudah membayar nominal yang lumayan besar untuk bisa mengunjungi tempat tersebut, kenapa harus berdesak desak an tidak antri saja?

Contoh sederhananya saja seperti ketika membeli tiket untuk bermain wahana, sekalipun tempat wahana tersebut luas dan rame pengunjung, akan tetapi di sana tetap ada penjaga yang bertugas untuk mengatur supaya semua yang memiliki tiket bisa menikmati wahana tersebut dengan aman dan tidak berdesak-desakan. Dan kalau satu wahana itu rame pengunjung pilihannya hanya ada dua, yaitu menunggu giliran ataupun pindah mencari wahana yang tidak begitu rame.

Penyangkalan: Artikel ini hanyalah sebuah pendapat pribadi yang dijadikan refleksi sekaligus pembelajaran atas apa yang diketahui. Oleh karenanya, tidak ada maksud dan tujuan untuk menyinggung satu pihak maupun banyak pihak. Diharapkan kepada pembaca untuk lebih saksama dan menelusuri lebih lanjut atas apa yang ada dijabarkan.
Laci Gagasan

Media informasi yang mengangkat isu-isu seputar mahasiswa dan artikel umum terkait ekonomi, bisnis, sosial, politik, sejarah dan budaya

Posting Komentar

komentar yang mengandung spam, tidak akan ditampilkan

Lebih baru Lebih lama