Presiden Joko Widodo Mengalami Krisis Otoritas

Presiden Joko Widodo Mengalami Krisis Otoritas

Presdiden Jokowi Masih Sulit Dalam Mengeluarkan Kebijakan atas Persoalan Bangsa dan Negara

Laci Gagasan, Sosial Politik ---
Semenjak kepemimpinan Jokowi permasalahan di Indonesia semakin kompleks dan sulit untuk diselesaikan, entah apa yang salah dengan kepemimpinan beliau. Sejak awal kepemimpinannya ia sudah melakukan kebijakan yang sangat krusial, dimana ia langsung menetapkan harga BBM naik Rp 2.000,00 (Dua ribu rupiah) dimana sebelumnya untuk harga Bensin Rp 6.000,00 (Enam ribu Rupiah).

Kebijakan ini pun menimbulkan reaksi yang keras dari masyarakat indonesia, khususnya mahasiswa yang melakukan aksi demonstrasi menuntut Jokowi turun dari jabatannya. Kondisi ini semakin membuat pemerintahan preside Jokowi mengalami krisis kepercayaan oleh masyarakat.

Upaya Pengalihan Isu

Indonesia sempat menyita perhatian dunia ketika pemerintah Indonesia meng-eksekusi mati para gembong narkoba yang berasal dari luar negeri. Kecaman dari luar dan dalam negeri mewarnai kebijakan ini, tak terkecuali pemerintah Brasil dan Prancis yang ngotot menolak warga negaranya di tembak mati. Tak hanya itu, perdana menteri Australia (Tony Abbot) yang sangat mengecam kebijakan pemerintah indonesia yang memvonis warga negaranya menjadi terpidana mati.

Karena permintaannya (bebaskan terpidana mati) tidak di terima oleh pemerintah Indonesia, ia lalu mengungkit-ungkit hubungan masa lalu Indonesia-Australia. Tony Abbot meminta pemerintah Indonesia mengingat bantuan yang diberikan Australia Ketika Tsunami Aceh 2004 silam.

Pernyataan ini langsung menuai kecaman dari masyarakat indonesia khususnya warga Aceh. Aksi “koin untuk Australia” dan pengumpulan batu giok di Aceh sebagai reaksi terhadap pernyataan Tony Abbot yang menimbulkan kerenggangan hubungan bilateral kedua Negara.
 
Sebagian besar masyarakat indonesia mengapresiasi kebijakan pemerintah yang dinilai tegas dalam menegakkan hukum, namun inkonsistensi pemerintah dalam mengeksekusi "Duo Bali Nine" karena tekanan dunia luar (Australia) membuat harapan indonesia berdaulat dalam hukum memudar lagi.

Permasalahan eksekusi terpidana mati narkoba (Duo Bali Nine) belum selesai mencuat lagi ke permukaan Cicak vs Buaya jilid II (KPK vs POLRI). Pertikaian dua institusi negara ini menyita perhatian publik begitu lama dan menimbulkan kecaman terhadap Polri dan Presiden.

Permasalahan ini dimulai ketika KPK menyatakan bahwa Budi Gunawan (calon Kapolri tunggal) yang di ajukan presiden ke DPR terlibat dalam tindak pidana Korupsi. Pelantikan BG pun ditunda, lalu pihak kepolisian melakukan counter attack terhadap KPK dimana Polri menangkap Pimpinan KPK Bambang Widjayanto (BW) lalu Abraham Samad (AS).

Saling sikut antara institusi hukum pun tak terelakkan, menanggapi hal ini Presiden membentuk tim Sembilan yang bertugas mengusuu akar permasalahan dan mendamaikan KPK vs POLRI. Namun lagi-lagi tim bentukan presiden ini tak efektif menjalankan tugasnya dan kisruh ini semakin meruncing. 

Permasalah ini belum selesai muncul lagi kasus yang menggemparkan masyarakat indonesia yaitu munculnya Begal (aksi pencurian motor) di berbagai daerah di Indonesia. Polisi pun banyak menangkap para pelaku Begal ini, da nada indikasi kalau ini hanyalah settingan polisi saja demi pencitraan institusinya di mata masyarakat.
 
Lalu kemana presiden? Tak ada yang dapat dilakukannya selain menaikkan dan menurunkan harga BBM serta menaikkan anggaran DP mobil pejabat Negara menjadi 200 juta lebih yang sebelumnya hanya 100 juta lebih, karena menuai banyak kecaman ia lalu menurunkan lagi rencana anggaran DP mobil pejabat. Presiden Indonesia hari ini ibarat Boneka yang Bermain Yoyo.


Dimutakhirkan : 9 September 2022
Laci Gagasan

Media informasi yang mengangkat isu-isu seputar mahasiswa dan artikel umum terkait ekonomi, bisnis, sosial, politik, sejarah dan budaya

Posting Komentar

komentar yang mengandung spam, tidak akan ditampilkan

Lebih baru Lebih lama