Mahasiswa Dilarang Cerdas Oleh Hegemoni Budaya Populis di Kampus

Mahasiswa Dilarang Cerdas Oleh Hegemoni Budaya Populis di Kampus

Hegemoni Budaya Populer Membungkam Gerakan Mahasiswa

Laci Gagasan, Mahasiswa ---
 Komersialisasi pendidikan merupakan hegemoni budaya populis di kampus yang terus menggerogoti dunia pendidikan kita hari ini. Saat ang bersamaan tidak mampu dibendung oleh Pemerintah  semakin merusak mentalitas generasi bangsa. Pendidikan yang idealnya menjadi sumber utama peradaban suatu bangsa, kini telah jauh dari harapan tersebut. Untuk membangun bangsa yang besar dan kuat, diperlukan generasi yang cakap intelektual untuk menopang bangsa.
Kalau kita coba memandang jauh ke belakang, sejarah mencatat bahwa kejayaan suatu bangsa dengan peradabannya tentu tak lepas dengan dinamika pendidikannya. Yunani, Mesir, China, India, Arab, dan Eropa merupakan bangsa yang besar pengaruhnya hingga saat ini, karena sejak dahulu peradaban mereka ditopang dengan filsafat yang mereka miliki.

Dinasti Abbasiyah merupak puncak kejayaan Islam yang tak terbantahkan merupakan bukti nyata dari kejayaan peradaban dengan segudang pengetahuan dan intelektuilnya, di jaman ini semua pengetahuan terus dipelajari dan diwariskan ke generasi berikutnya melalui institusi pendidikan yang mapan.

Bagaimana dengan Indonesia? pendidikan kita telah dikomersialkan, sehingga pendidikan seakan menjadi privilage (hak penguasa). Pendidikan telah dimiliki oleh segelintir orang dan menjadikannya ladang usaha untuk meraup keuntungan yang luar biasa banyaknya. Pendidikan terus menjauh dari pemerintah dan tidak mau diatur karena logika komersialisasi yang terus digemborkan oleh para pemilik modal. Dampaknya bagi mahasiswa adalah, semakin ketatnya aturan yang berlaku di kampus. 

Paling sederhana tentang cara berpakaian yang harus rapi dan sopan. Padahal rapi dan sopan ini masih ambigu dan absurd penjelasannya. Mahasiswa boleh mengikuti perkuliahan hanya jika memakai kemeja dan sepatu, lalu kenapa dengan kaos dan sandal? Apakah belajar harus semewah itu? Apakah untuk menjadi cerdas harus seperti itu pakaiannya? Sedangkan memakai kemeja dan sepatu itu kan warisan kolonial, Indonesia tidak mengenal sepatu.

Ini bukan berarti bahwa mahasiswa tidak boleh memakai kemeja dan sepatu, tapi tidak ada salahnya jikalau kuliah itu memakai sandal dan kaos biasa saja, toh harganya lebih murah dan nyaman. Toh yang paling penting dalam proses pembelajaran adalah kenyamanan, agar materi dapat diserap dengan mudah tanpa tekanan.
 
Kemudian yang paling vital adalah larangan berorganisasi oleh kampus (secara tidak langsung). Kampus membaca bahwa, mahasiswa yang berorganisasi cenderung kritis dalam melihat situasi di kampus, fakta empirik mengatakan bahwa mahasiswa yang semakin banyak belajar di luar kampus tentu memiliki kapasitas pengetahuan dan pengalaman yang lebih. Tugas yang menumpuk, jadwal kuliah yang padat serta ancaman tidak lulus mata kuliah menjadi senjata ampuh bagi kampus (dosen) untuk menyibukkan mahasiswa dengan urusan pribadinya dengan kampus.

Mahasiswa dibutakan dengan hal-hal diluar kampus karena kehidupan akademik yang mengkerangkeng mahaiswa di kampus. Larangan terhadap organisasi ekstra (organ gerakan) untuk masuk kampus juga penghambat paling nyata dalam melawan birokrasi. Yang banyak di fasilitasi oleh kampus hanya organisasi yang berbasis bakat minat dan pengembangan diri. Organisasi gerakan diblokade karena kekuatan politiknya yang mampu menggerogoti kebijakan pemodal di lingkungan kampus.

Sejarah membuktikan bahwa perubahan sosial, baik berupa gerakan referormasi, radikal, dan revolusi selalu dipelopori oleh pemuda/mahasiswa yang turun ke jalan menyuarakan kepentingan umum, khususnya rakyat kecil. Soekarno,Syahrir,Tan malaka, Muso, D.N.Aidit, Soe Hok Gie, merupakan intelektual-intelektual yang cerdas dan besar di luar lingkungan kampus, sehingga pandangan mereka jauh dan tajam ke depan dalam membaca arah perubahan bangsa yang lebih baik.

Pengetahuan mereka tidak hanya berasal dari dalam kelas, tetapi lebih banyak mereka dapatkan diluar kampus dengan berorganisasi. Kampus hanya sebagai jembatan bagi mereka untuk menjadi pemuda yang berperan dalam perubahan bangsa.
Tidak Ada gerakan Revolusioner Tanpa Teori Revolusioner - V.I. Lenin  
Apa kabar mahasiswa hari ini? Hedon, oportunis, pragmatis dan apolitis, iya, seperti itulah wajah mahasiswa hari ini yang jauh dari peran sesungguhnya sebagai garda terdepan bangsa. Kuliah hanya sebatas lifestyle bagi kebanyakan mahasiswa dan malas berorganisasi karena dianggap boros waktu dan lebih baik mereka main ke mall, shoping, nonton film di bioskop dll. Intinya kegiatan yang mereka lakukan adalah have-fun. Kuliah tidak lagi menjadi masa dimana kita harus menimba ilmu sedalam-dalamnya untuk mempersiapkan bangsa ini lebih baik dari sebelumnya.

Kuliah hanya sebatas mencari title untuk mendapatkan pekerjaan, agar mampu bekerja di perusahaan besar. Yang mana perusahaan tersebut mengeksploitasi kekayaan alam kita dan mengangkutnya ke negeri seberang. Mahasiswa yang kerja di perusahaan tidak sadar bahwa gaji besar yang mereka dapat hanyalah sampah dari keuntungan besar yang didapat oleh perusahaan. Ilmu yang di dapat dari dunia akademis tidak lagi menjadi alat pembebas bagi diri dan bangsanya tetapi sebaliknya. Beginilah mental generasi bangsa yang terdidik oleh lingkungan pendidikan yang telah di komersialisasikan.


Dimutakhirkan : 20 September 2022
Laci Gagasan

Media informasi yang mengangkat isu-isu seputar mahasiswa dan artikel umum terkait ekonomi, bisnis, sosial, politik, sejarah dan budaya

Posting Komentar

komentar yang mengandung spam, tidak akan ditampilkan

Lebih baru Lebih lama