Laci Gagasan, Opini - Meskipun rezim Orba telah runtuh dan berakhir, salah satu warisannya yang masih ada sampai saat ini adalah masih berdirinya OSIS sebagai satu-satunya wadah organisasi di sekolah. Keputusan para menteri masih kokoh dan pada umumnya masih berjalan sampai saat ini. sekarang ini, organisasi pelajar seperti; PII, IPNU/IPPNU, dan IRM melalui pembentukan poros pelajar telah sepakat untuk minta pencabutan “hak istimewa” OSIS. Sampai saat ini belum ada respon dari pemerintah.
Meski masih
berlaku secara resmi bahwa hanya OSIS yang sah bergerak di sekolah, di masa
reformasi ini ditemukan bahwa ternyata ada sekolah-sekolah yang tidak mematuhi
peraturan tersebut. Ada organisasi pelajar selain OSIS yang diizinkan masuk
bahkan diundang oleh pihak sekolah. Misalnya; IPNU di beberapa sekolah LP
Ma’arif NU Jateng. konon, bahkan ada yang membubarkan OSIS dan hanya mendorong
IPNU sebagai organisasi yang sah dibawah LP Ma’arif NU.
Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Labibah Zain dan Lathiful Khuluq juga
ditemukan bahwa ada juga organisasi pelajar keagamaan yang bergerak secara
terselubung untuk merekrut anggota baik melalui Rohis (Kerohanian Islam) OSIS
maupun ekskul tersembunyi. Sebagian lainnya sedang dalam pendekatan dengan
sekolah agar diterima secara terang-terangan.”harus unjuk gigi dulu karena
misi kami (moderat) adalah bagaimana pesan-pesan kami dapat diterima oleh
anak-anak. Dan jika itu pembinaan kami berhasil, tentu akan menjadi
pertimbangan sekolah itu untu melegalkan.
Dalam
perjalanannya, setiap organisasi pasti memiliki tantangan dan hambatan
dalam proses perkembangannya. Untuk masuk kembali ke sekolah, organisasi
moderat menyadari perlu adanya pembenahan organisasi, intern dan ekstern,
termasuk strategi dalam pengkaderan sebagai modal utama organisasi pelajar. “membuat
paket tawaran kegiatan dan strategi yang disesuaikan dengan kondisi zaman dan
alam remaja”. Menurut salah seorang pengurus PII.
Menghadapi
dominasi kegiatan kelompok-kelompok dan nilai-nilai konservatif ideologis di
sekolah-sekolah umum, PII, IRM, IPNU/IPPNU memiliki strategi yang berbeda-beda
dalam upaya memasuki kembali sekolah. Hal ini tetu tidak mudah, karena akan
berhadapan dengan birokrasi sekolah dan yang paling utama adalah tantangan dari
kelompok konservatif yang telah kuat posisinya di sekolah dan telah mengakar
kuat.PII misalnya tidak menargetkan hal yang bermuluk-muluk untuk ditawarkan di
sekolah.
PII hanya
berusaha mendekati pelajar dengan strategi politik yang populer “mungkin
kita akan menjadi sahabat remaja aja, tidak usah yang politis”. Sementara
IRM melakukan berbagai langkah pembaruan, diantaranya dengan mengubah nama
menjadi IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah) kembali. Selain itu juga ada
penyusunan dalam system kaderisasi da juga berbagai program dan materi. IPM
mencoba mengadaptasi beberapa pendekatan dan metode dengan meggunakan game dan
petualangan semacam out-bond misalnya.
IPNU/IPPNU
mulai berbenah juga. Itulah sebabnya, disamping berusaha mengintensifkan
rekrutmen pelajar dari lingkungan NU, IPNU juga akan berusaha mencari
kader di sekolah umum. Untuk itu selain pembenahan internal, termasuk
kurikulum, cara/metode, dan pendekatan, mereka sedang membangun kerja sama
dengan komunitas peduli pelajar Mata Air untuk melakukan
terobosan-terobosan di sekolah umum. Diharapka kerjasama multipihak ini akan
lebih mendorong intensifikasi cara berpikir dan mengakarnya tradisi moderat di
tubuh para pelajar Indonesia.
Selain itu
juga diharapkan gerakan kembali ke akar rumput ini bisa berlanjut di jenjang
yang lebih tinggi, misalnya di kampus umum. Karena diakui atau tidak, hari ini
gerakan-gerakan radikal ekstremis banyak mengincar generasi muda di kampus umum
yang itu kurang kuat dalam hal agama. Ini dijadikan modal utama bagikalangan
radikal untuk melakukan pengkaderan dan doktrinasi dengan iming-iming agama.
Sudah
banyak terjadi, mahasiswa di kampus umum jauh lebih radikal dalam meneriakkan
perbedaan dan menentangnya. Hal ini disebabkan oleh masifnya gerakan kelompok
konservatif ini di kampus umum. Disinilah peran generasi atau pelajar dari
kelompok agama moderat dan toleran seperti NU dan Muhammadiyah untuk ikut ambil
bagian dalam mencegah semakin terperosotnya mahasiswa ke dalam pemahaman agama
yang dangkal dan anti persatuan.