Dinamika Politik Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga dalam Kontestasi PEMILWA

Dinamika Politik Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga dalam Kontestasi PEMILWA

Pemilwa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Laci Gagasan, Opini - Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta telah menjalani pesta demokrasi (baca: Pemilwa) pada Desember 2017 kemarin. Setelah melalui proses yang cukup alot dan tarik ulur selama proses menjelang diselenggarakannya Pemilwa, akhirnya Pemilwa tetap berjalan dengan segala konsekuensi logis.

Tentu selama proses Pemilwa berlangsung atau pra - Pemilwa, terjadi lobby-lobby politik yang sangat massif antara dua warna organisasi yang saling berebut. Mahasiswa UIN (baca: kontestan politik) tentu paham apa yang terjadi di lingkaran mahasiswa secara umum dan birokrasi secara khusus.

Berkaca pada proses Pemilwa yang berlangsung kemarin, bagi saya merupakan suatu proses pembelajaran nyata akan politik, dan tentunya modal besar bagi saya. Secara garis besar, politik di UIN merupakan cerminan akan politik nyata di masyarakat. Bicara politik, seolah-olah merupakan hal yang terkesan kotor di mata mahasiswa apalagi masyarakat awam.

Kenapa demikian, hal ini diukur dari partisipasi mahasiwa dalam menyambut dan melibatkan diri dalam proses politik itu sendiri. Partai Rakyat Merdeka (PRM) sebagai partai poltik tunggal yang terlibat dalam proses politik di UIN, adalah pemenang tanpa bertarung. Sampai saat ini, sistem partai masih menjadi ciri Pemilwa di UIN.

Tapi dengan hanya PRM saja yang terlibat, tentu tidak memberi pembelajaran yang makasimal dalam konteks politik. Karena saat itu, tidak terjadi pertarungan gagasan antar kelompok-kelompok mahasiswa. Meskipun saya menjadi Senat Mahasiswa dari Fraksi PRM, tidak bangga akan proses yang terjadi tersebut, karena tidak ada lawan, jadi tidak bisa disebut sebagai pertarungan politik otentik.

Proses politik yang terjadi di UIN kemarin, bukan pertarungan di arena politik, tapi lebih kepada pertarungan di luar arena yang dibuat. Pertarungan politik di UIN, adalah politik merebut mekanisme Pemilwa. Artinya sistem atau mekanisme Pemilwa yang dibuat, itu menjadi tujuan dalam menyelenggarakan Pemilwa.

PRM sebagai partai tunggal dalam Pemilwa kemarin, adalah tanda bahwa tidak adanya partai lain, merupakan bentuk penolakan oleh kubu yang kalah selama proses penentuan mekanisme Pemilwa. Menurut kubu yang kalah, dengan mekanisme partai dalam proses Pemilwa, merupakan wujud dari kegagalan demokrasi di UIN.

Bagi saya, anggapan semacam ini adalah bentuk kekalahan yang paling mendasar. Bukan kalah dalam pertarungan, tapi kalah dalam menjelaskan konsep ber-demokrasi melalui mekanisme partai. Kelompok yang menolak mekanisme partai ini, adalah kelompok yang memahami konsep demokrasi secara barbar.

Aristoteles dalam politic menjelaskan secara konseptual, bahwa bentuk terburuk dari demokrasi adalah demokrasi barbar. Artinya setiap orang dengan bebas ingin melakukan sesuatu tanpa ada yang membatasinya. Demokrasi barbar ini mengabaikan yang namanya konsensus atau kesepakatan bersama, serta adanya pembagian sektor dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Maksudnya bahwa setiap orang ingin terjun di dunia yang dia tidak punya kapasitas di bidang tersebut. Misalnya; petani ingin mengurusi Negara, pengusaha ingin membuat hukum, guru ingin mengurusi politik.

Padahal dalam konsep demokrasi-nya Aristoteles, setiap orang bebas melakukan sesuatu asal sesuai dengan konsensus atau hukum yang mengatur. Urusan politik, serahkan pada orang-orang yang punya kapasitas di bidang tersebut, maka dari itu partai merupakan wadah untuk menampung orang-orang dengan kecenderungan politik, bukan sebaliknya.

Kembali ke dinamika politik mahasiswa dan birokrasi di UIN. Dua kubu yang saya maksud di atas, adalah PMII dan HMI beserta koleganya. PMII di arena politik kemarin menang karena lawan politiknya tidak hadir di arena pertarungan, Sedangkan HMI dan koleganya kalah sebelum bertanding. Jauh sebelum masa bertarung dimulai, keinginan HMI (E-Voting) itu diterima oleh PMII.

HMI ini terlalu lemah, karena menolak sistem partai dan memilih mekanisme e-voting sebagai terobosan baru dalam pelaksanaan Pemilwa. PMII tidak terlalu mempersoalkan keinginan HMI tersebut, hanya saja PMII tidak ingin mekanisme partai dihilangkan dalam proses politik. Itu saja, simple. Karena dua keinginan HMI ini tidak terkabul, maka mereka mundur sebelum pertarungan dimulai. Itu konyol.

Padahal syarat partai dalam mendaftarkan diri di Pemilwa kemarin, hanya butuh 150 kader atau KRS. Kan tidak masuk akal, HMI tidak punya 150 kader atau simpatisan di UIN. HMI ini sebenarnya mimpi, mereka mau merubah UIN tapi tidak punya basis massa. HMI juga sering menjadikan demokrasi sebagai apologi kekalahan mereka. Nyatanya mereka sendiri tidak ada bentuk demokrasinya dalam proses politik.

Meskipun PMII sadar bahwa HMI kalah dalam proses politik, tapi pasca Pemilwa PMII tetap dengan rendah hati mengajak HMI bergabung dalam kepengurusan LKM melalui jalur “beasiswa” yang istimewa. Maksudnya jalur beasiswa adalah, PMII tetap memberi ruang kepada HMI untuk mendelegasikan kadernya di kepengurusan LKM. Tapi tetap saja HMI mutung kayak anak kecil, merasa hebat dan tidak mau bergabung.

Kurang baik apa PMII kepada HMI, meskipun sering ditikam dari belakang. Saya berani katakan di sini, bahwa UIN adalah kampus dengan dinamika organisasi ekstra yang paling demokratis di Jogja. Kenapa demikian, di UII HMI adalah Tirani dan tidak memberi ruang kepada organisasi lain untuk menjaring kader, di UGM dan UNY ada GMNI dan KAMMI, di UMY ada IMM, yang tipikalnya sama dengan HMI di UII yang sangat eksklusif. Sedangkan di UIN? Cek sendiri, seluruh organisasi bebas membuka stand pendaftaran tanpa ada tekanan atau pembubaran dari organisasi mayoritas. CATAT ITU!

Di sini saya tidak bermaksud menyudutkan apalagi mendiskreditkan organisasi lain, khususnya kawan saya HMI. Hanya saja saya ingin memberikan penjelasan terkait dinamika politik mahasiswa di UIN, yang itu saya sendiri juga terlibat sebagai salah satu aktor. Saya hanya tidak ingin PMII selalu di-citra-kan buruk oleh orang-orang yang lemah dan tidak bisa bersaing. Selama ini, pihak yang kalah selalu mencari-cari alasan untuk menyudutkan PMII.

Mereka tidak mau mengakui kekalahan dan juga tidak mau menjalankan politik ko-eksistensi. Meskipun menang, PMII tidak ingin eksklusif dalam menjalankan roda kekuasaan, karena PMII sadar bahwa UIN terlalu besar untuk diurus sendiri, maka dari itu PMII mengajak yang lain. Politik PMII adalah politik ko-eksistensi, politik berdampingan, rukun, dan damai.

Sampai tulisan ini saya buat, saya masih tetap menanti niat baik dari kawan saya HMI dan koleganya untuk bersama menjalankan roda kepengurusan LKM sebelum pengajuan SK dan pelantikan pada 12 Februari 2018. Jalur beasiswa masih saya buka buat kawan-kawan organisasi ekstra. Saya beserta team-work di LKM fakultas, merasa bahwa proses politik kemarin kurang mendidik secara pemikiran, heroic, serta ideologis, tapi terlepas dari semua itu kami akan menunjukkan bahwa kami petarung yang siap MENANG.
Refleksi atas dinamika politik mahasiswa Uin Sunan Kalijaga pada saat maju kontestasi sebagai kandidat LKM/Senat Mahasiswa

Dimutakhirkan: 4 September 2022
Laci Gagasan

Media informasi yang mengangkat isu-isu seputar mahasiswa dan artikel umum terkait ekonomi, bisnis, sosial, politik, sejarah dan budaya

1 Komentar

komentar yang mengandung spam, tidak akan ditampilkan




  1. Bismillahir Rahmanir Rahim

    Salam dan selawat

    Kepada:

    Mahasiswa
    Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung, Indonesia.

    Pertanyaan mahasiswa: Adakah kalian bersetuju semua sahabat itu sesat kecuali 3 orang: Miqdad bin Aswad, Abu Dzar dan Salman al-Farisi menurut sumber Syiah?

    Jawapan 1.

    Al-Qur'an sebagai asas agama Islam

    Sesat atau kafirnya seorang muslim termasuk sahabat, adalah terletak kepada sejauh mana mereka percaya dan menghayati ajaran al-Qur'an dalam kehidupan mereka.

    Jawapan 2

    Sunnah Nabi saw sebagai asas agama Islam selepas al- Qur'an.

    2. Sejauh mana mereka percaya dan menghayati Sunnah Nabi saw dalam kehidupan mereka.

    Jawapan 3

    3.Justeru, ia bukan soal kalian bersetuju atau pun tidak dengan seorang itu sesat atau kafir kerana ia berkait rapat dengan sistem nilai yang diakui oleh Allah dan Rasul-Nya.

    Jawapan 4

    4. Sumber Sunni tentang kesesatan atau kekafiran majoriti para sahabat Nabi saw selepas kewafatan Nabi saw kerana mereka telah mengubah Sunnah Nabi saw, boleh didapati dalam Sahih al- Bukhari, Kitab al-Riqaq, bab al- Haudh, hadis no.584, 585,586, dan 587.
    Hadis no. 587 menyatakan bahawa mereka (sahabat) telah murtad ke belakang. Justeru, aku tidak melihat mereka (sahabat) terselamat melainkan segelintir daripada mereka (bilangan yang sedikit) seperti unta yang tersesat atau terbiar daripada pengembalanya (mithlu humali nna'am).

    Jawapan 5

    5. Sahih Muslim, bab Ithbat Haudhi Nabiyyi-na menyatakan bahawa hanya sedikit sahaja sahabat yang selamat kerana mereka telah mengubah Sunnah Nabi saw. Lihat, hadis no. 26, (2290), (2291), no. 27 (2293), 28, (2294), 32 (2297), 40 (2304).

    Hadis no. 29 (2295) " Sesungguhnya aku akan mendahului kamu di Haudh. Tidak ada seorang pun daripada kamu (para sahabatku) akan mendatangiku sehingga dia akan dihalau atau diusir daripadaku sebagaimana dihalau atau diusir unta yang sesat (bilangan yang sedikit).
    Aku bersabda: Apa salahnya? Sesungguhnya anda tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh mereka selepas anda meninggalkan mereka. Jauh! Dari rahamat Tuhan (suhqan).

    Jawapan 6

    Al-Qur'an

    6. Hanya sedikit sahaja di kalangan orang Islam yang mengikut al-Qur'an 100% sebagaimana Firman-Nya Surah al-Saba' (34): 13 " dan sedikit sahaja di kalangan hamba-hamba-Ku yang berterima kasih". Ini bererti kebanyakan orang-orang Islam sama ada sahabat atau bukan sahabat sedikit sahaja yang berterima kasih. Justeru, mereka disiksa oleh Allah swt kerana tidak berterima kasih.

    Jawapan 7

    7. Sila baca teks Sahih al-Bukhari dan Sahih Muslim tentang kekafiran majoriti para sahabat kerana mereka telah mengubah Sunnah Nabi saw. Justeru, ia menyalahi akidah Ahli Sunnah Wal Jamaah yang percaya semua sahabat adalah adil.

    Jawapan 8

    8. Kekafiran majoriti para sahabat selepas kewafatan Nabi saw sengaja disembunyikan oleh para ulama Ahli Sunnah Wal-Jamaah dan Wahabi di Nusantara. Mereka meninggalkan penerjemahan bab al- Haudh dari Sahih Bukhari dan Sahih Muslim ke dalam bahasa ibunda. Justeru, umat Islam di Nusantara tidak mengetahuinya, lalu mereka menuduh Syiah mengkafirkan para sahabat Nabi saw pula. Pada hakikatnya, Nabi saw sendiri yang telah mengkafirkan majoriti para sahabatnya kerana mereka telah menguban Sunnahnya menurut Sahih Bukhari dan Sahih Muslim.

    Jawapan 9

    9. Sila lihat, renungan 92. "Pengubahan al-Qur'an (Tahrif al-Qur'an) dalam buku-buku Sunni, Pengubahan Sunnah Rasulullah saw, penghinaan terhadap Rasulullah saw oleh para sahabat dan kekafiran majoriti para sahabat oleh Rasulullah saw sendiri" sila layari: al-mawaddah. info

    Oleh: Pencinta al-Qur'an dan Sunnah Nabi SAW.

    sila rujuk:

    https://drive.google.com/file/d/0B6ut4qmVOTGWQXF6VWJRNkdZYmdMS25Da2NkRkU1YjVaLWRz/view?usp=drivesdk

    https://drive.google.com/file/d/0B6ut4qmVOTGWY0dEVk9UekR1c0E/view?usp=drivesdk

    https://drive.google.com/file/d/0B6ut4qmVOTGWdXZubUJzRHllXzQ/view?usp=drivesdk

    https://drive.google.com/file/d/12aImJbBv1e0cSE6vBNmVsjG7Wk8fmvKr/view?usp=drivesdk

    Web: almawaddah.info

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama