Laci Gagasan, Opini - Aku adalah generasi yang lahir di tahun 90-an dan masuk dalam kategori generasi Milenial. Banyak yang berpendapat bahwa generasi milenial adalah generasi yang tercerabut dari akar sejarah bangsa Indonesia. Dicap sebagai generasi penunduk (baca: menatap gawai saja) yang berkurang aktivitas sosial dan kepekaan terhadap lingkungan. Sebagai generasi yang selalu menginginkan segalanya dikerjakan serba isntat dan tidak ingin berpikir panjang.
Bagi generasi milenial, dunia ini ada dalam genggaman. Artinya bahwa dunia dan seisinya sudah ditangan masing-masing. Tapi jangan keliru, karena dunia yang dimaksud adalah dunia digital, bukan dunia yang sesungguhnya. Karena bagi generasi milenial, dunia sudah bermacam-macam rupa dan bentuknya, sesuai dengan kebutuhan masing-masing individunya.
Inilah salah satu kehebatan generasi milenial, mampu menciptakan dunianya masing-masing tanpa harus terpengaruh oleh dunia orang lain. Tak ada lagi kehidupan dunia yang universal bagi seluruh manusia di era milenial ini.
Terlepas dari segala macam kelebihan dan kekurangan yang disematkan pada diri generasi milenial, saya akan berbicara tentang pengalaman saya berkenalan dengan sosok Presiden pertama Republik Indonesia, yaitu; Ir. Soekarno atau yang akrab dipanggil Bung Karno oleh rakyat.
Sebenarnya bagi sebagaian besar teman saya Bung Karno cukup dikenal sebagai Presiden RI Pertama, dihapal dan diingat saja, itu sudah cukup. Tapi lain halnya dengan saya. Entah sebuah kebetulan atau memang sudah digariskan, saya mengenal Bung Karno setelah sering ngopi bersama orang-orang di Hasta Mitra (sebuah penerbit yang didirikan oleh PAT dkk.) yang dikenal banyak menerbitkan buku-buku terkait Bung Karno dan mengulas tentang sosok Bung Karno.
Salah satu buku terbitan Hasta Mitra yang sempat saya baca, karena dipinjamkan oleh kawan. Buku tersebut berjudul “Liber Amicorum Bung Karno” terbitan ketiga tahun 2018 akhir. Konon katanya buku ini diterbitkan sebagai bentuk perayaan atas 100 tahun Bung Karno sejak kelahirannya di awal abad 20.
Juga untuk mengenang kembali jasa-jasanya dalam mengantarkan Negara ini ke gerbang kemerdekaan. Serta dapat dijadikan sebagai jembatan penghubung antara sejarah Bung Karno dan generasi berikutnya. Tujuannya agar genarsi berikutnya tidak buta akan sejarah Indonesia dan Bung Karno.
Karena Bung Karno tidak hanya seorang Presiden saja, sosoknya jauh lebih besar dari jabatannya sebagai presiden. Maka dari itu perlu mengenal Bung Karno lebih dalam. Buku tersebut isinya semacam tanggapan beberapa tokoh lokal Indonesia maupun dari luar Indonesia sendiri. Setiap tokoh yang mengulas tentang Bung Karno, memiliki pndangannya masing-masing, tergantung dari latarbelakang seorang tokoh yang menulis.
Sejak tahun 1965 sampai 1998 adalah periode kelam sejarah Indonesia setelah masa kolonial. Bisa dibilang masa ini adalah masa dimana terjadinya kolonialisme di era pasca kemerdekaan Indonesia oleh bangsa sendiri.selama periode ini, Indonesia diubah sedemikian rupa, dengan upaya sistematis dalam menghilangkan sejarah sebelumnya. Masa di atas disebut Orde Baru yang kejam dan otoriter.
Karena rezim Orba lah sejarah Indonesia yang berapi-api, perlahan padam dan digantikan oleh semangat abu saja. Kurikulum sejarah sudah diatur sedemikian rupa oleh penguasa demi kepentingan dan kelanggengan kekuasaan. Yang mana hanya berisi tentang keagungan penguasa Orba, dengan menghilangkan sejarah sebelumnya. Akhirnya generasi yang diciptakan adalah generasi berwatak Orba-is yang bermental statis dengan semangat abu dalam dirinya.
Hari ini bangsa Indonesia membutuhkan sosok pemimpin seperti Bung Karno, yang mampu mengembalikan semangat bangsanya yang sesungguhnya. Sosok Bung Karno ini tidak hanya sebagai Presiden, tapi juga Pemikir, pejuang dan pemimpin di tengah-tengah masyarakatnya.
Mampu membentuk mental, membangun peradaban, dengan semangat perjuangan yang menyala bagaikan api abadi. Bung Karno mampu melawan siapa saja di belahan dunia ini, tetapi tidak sanggup berhadapan dengan bangsanya sendiri, dan memilih untuk diam. Akibatnya adalah apa yang terjadi di tahun 1965 hingga dasawarsa selanjutnya. Sebuah sejarah bangsa dan Negara Indonesia yang paling kejam pasca proklamasi kemerdekaan.
Semua presiden yang pernah memimpin Indonesia itu hebat pada masanya, hanya saja kehebatan dan kepemimpinan Soeharto ini harus dibayar sangat mahal ketimbang presiden sebelum atau sesudahnya. Soeharto memang “Bapak Pembangunan”, tapi lebih tepatnya dalah pembangunan infrastruktur dengan mengorbankan jutaan jiwa sebelumnya.
Tidak perlu saya menjadi hakim atas sejarah panjang Negara bangsa Indonesia ini, tapi yang penting adalah mengenal sosok para pemimpin Negara ini yang telah berjuang demi kemerdekaan, kemajuan, dan kemakmuran rakyat. Perlu dan penting bagi generasi milenial untuk mengenal sosok Presiden pertama RI, untuk memahami apa saja yang menjadi cita-cita mulia para pendahulu yang belum kita pahami dan wujudkan.
Bung Karno dkk.sebagai founding father Negara Indonesia perlu dikenang dan dipahami cita-cita perjuangannya. Karena atas jasanya yang tdak dapat dinilai dengan apapun, kita semua hari ini mampu menghirup udara segar. Sebuah kenikmatan hidup yang sesungguhnya. Maka untuk mengenal sosok Bung Karno, saya menyarankan membaca buku yang telah saya sebutkan di atas.
Karena dengan membaca sejarah, setidaknya kita semua dapat memahami fenomena kehidupan bernegara dan berbangsa yang terjadi di Indonesia. Sebagai contoh, kehidupan berbangsa kita diambang kehancuran. Konflik antar sesama anak bangsa terus terjadi, saling membenarkan tindakan kelompok masing-masing dengan menyalahkan kelompok lainnya.
Semangat persatuan dan kesatuan hanya tertulis dalam butir ketiga Pancasila saja, paling banter hanya dibacakan saat upacara atau hal yang serupa, tidak lagi menjadi pedoman perilaku hidup bernegara.
Kelompok mayoritas semakin bertindak intoleran terhadap hak-hak hidup kelompok minoritas di Negara ini. Seolah ini sudah lumrah dan perlu untuk terus dilakukan. Seiring berjalannya waktu dan perkembangan Negara, juga semakin banyak orang pintar di Negara ini. Tetapi konflik antar sesama juga terus berkembang. Hal ini terjadi karena, orang-orang pintar tersebut hanya pintar dalam satu hal dan arogan, sehingga menganggap dirinya yang paling benar diantara lainnya.
Apakah dalam sejarah kemerdekaan Negara Indonesia, fenomena ini tidak pernah ada? Tentu pernah. Sejak kepemimpinan Bung Karno, terjadi pemberontakan Kartosuwiryo dengan dalih sebuah Negara Islam – Musso dengan kekuatan PKI-nya – dan masih banyak bentuk pemberontakan lainnya terhadap Bung Karno yang serupa dengan apa yang terjadi hari ini.
Sebelum tragedi 1965 itu, semuanya dapat diatasi dengan baik oleh Bung Karno. Kenapa hal ini dapat diatasi oleh Bung Karno? Jawabannya karena Bung Karno paham dengan sangat baik semangat Islam dalam bernegara, juga tak kalah paham oleh Musso terkait pemahaman tentang komunis dalam bernegara pula.
Bung Karno mampu menyatukan kelompok-kelompok Islam dan Komunis dalam satu doktrin bernegara yang ia sebut dan praktekan, yaitu; Nasionalisme – Agama – Komunis (Nasakom), ketiga hal ini tidak bertentangan satu sama lain, justru saling menguatkan dengan tetap menjaga keberlangsungan hidup masing-masing kelompok.
Sama halnya dengan yang terjadi hari ini, kelompok yang mengatasnamakan agama dengan kemlompok nasionalis saling menyerang satu sama lain dan bahkan menjadikan PKI (yang sudah lama diberangus) sebagai bola api untuk membakar satu sama lain. Ini disebabkan oleh keegoisan masing-masing kelompok masyarakat dalam Negara, bukan karena kesalahan Presiden yang memimpin hari ini.
Kembali pada semangat Pancasila yang hanya dipajang di dinding sekolah dan instansi pemerintah saja, tanpa pengamalan yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. Ditambah lagi tercerabutnya masyarakat Indonesia hari ini dari sejarah yang pernah dibuat oleh para pendahulu bangsa dan Negara Indonesia.
Dalam tulisan ini saya tidak membela Bung Karno sebagai Presiden yang paling hebat yang pernah memimpin Indonesia, karena kecenderungan tulisan ini membanggakan Bung Karno. Buka itu maksud saya dalam tulisan ini, tetapi Bung Karno sangat layak untuk dijadikan sumber sejarah kepemimpinan Indonesia atas jasa-jasa dan perjuangannya terhadap Negara bangsa Indonesia yang belum terwujud.
Dalam buku “Liber Amicorum Bung Karno” kita tidak hanya mengenal sosoknya sebagai Presiden, tapi jauh lebih banyak dari itu. Sebagai sosok individu dengan perjuangan, gagasan, dan cita-cita yang melampaui zamannya. Tapi hari ini gagasan Bung Karno tidak lagi melampaui zamannya, bahkan sudah saatnya mewujudkan apa yang pernah beliau gagas semasa hidupnya.
Review Buku - Liber Amicorum Bung Karno - Terbitan Hasta Mitra
Dimutakhirkan: 4 September 2022