Laci Gagasan, Pemuda - Untuk menyebut atau mengidentifikasi generasi yang dengan umur sekitar 20-35 Tahun, diksi yang digunakan adalah Milenial. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya artikel yang beredar di Sosial Media (Sosmed) yang menulis, menyebar, dan menggunakan diksi milenial ini. Bahkan istilah milenial mengandung kekuatan politis bagi golongan berkepentingan. Berbagai kelompok mahasiswa, organisasi, bahkan LSM, mengatasnamakan diri mereka sebagai kelompok Milenial. Bagi sebagaian tertentu menganggap bahwa milenial mewakili kelompok generasi muda hari ini. Bahkan dalam dunia politik praktis, kelompok kepentingan menjadikan milenial sebagai identitas dan kekuatan politik.
Secara definitif, milenial memang mewakili kelompok umur tertentu, yang artinya masih dalam usia emas. Misalnya seseorang yang lahir di tahun 90-an, maka dianggap sebagai generasi milenial, yang mana hari ini kelompok umur ini dalam masa muda yang berapi-api dan progress. Di tahun 2019 ini, kelompok milenial ini memang dalam masa yang diuntungkan, karena masih dalam umur yang ideal.
Tapi 15-20 tahun kedepan, generasi milenila tidak lagi mewakili kelompok muda atau generasi muda bangsa dan Negara Indonesia. Maka dari itu, generasi milenial, atau siapapun yang masih menggunakan diksi milenial dalam gerakan dan kepentingan politik, tidak lagi masuk dalam kategori yang menguntungkan.
Seperti yang dikatakan Pramoedya Ananta Toer; "Sejarah pemuda adalah sejarah sebuah bangsa, jika pemudanya mati maka matilah sejarah bangsa tersebut". Disini saya akan menggarisbawahi tentang perbedaan makna Milenial dan Muda yang sangat berbeda. Milenial adalah diksi untuk menggambarkan tentang sebuah fase sejarah dalam kelompok generasi yang terus berjalan. Sedangkan diksi Muda adalah sebaliknya, Muda adalah semangat, sebuah masa dalam hidup manusia, dan akan terus berulang, yang berubah hanya entitas manusianya, bukan semangat dan tanggung-jawabnya.
Sejarah sudah menuliskan beberapa kelompok Pemuda dengan semangat Muda yang membara dalam memperjuangkan harkat, martabat, dan derajat bangsanya. Sejarah revolusi Prancis juga dipelopori oleh gerakan para pemuda yang menggulingkan kekuasaan Feodalistiknya Napoleon Bonaparte, di Jerman juga ada pemuda seperti Hitler yang mampu mengguncang kestabilan Eropa dan memulai perang dunia, berikutnya di Rusia bersama Lenin dkk. Menggulingkan kekuasaan dan dinasti Tsar.
Sama halnya yang terjadi di Nusantara, dimulai oleh kelompok pemuda yang tergabung dalam organisai Boedi Oetomo mengusahakan bersatunya kaum terpelajar Nusantara dalam menyiapkan kemerdekaan Indonesia di kemudian hari. Kemudian disusul oleh generasi Bung Karno beberapa puluh tahun kemudian dalam mewujudkan kemerdekaan Indonesia sepenuhnya dari penjajahan. Semua ini adalah pemuda yang mampu melakukan perubahan pada bangsa dan negaranya, yang tentu berbeda zaman, tapi tetap disebut sebagai pemuda.
Kenapa tetap disebut pemuda, karena pada masanya mereka memiliki kekuatan yang digunakan dengan baik untuk merubah hajat hidup bangsanya. Meskipun berbeda zaman, dengan rentang waktu yang cukup jauh, kelompok pemuda ini tetap ditulis dalam sejarah sebagai perjuangan para pemuda dalam memperjuangkan perubahan dan kemerdekaan bagi bangsanya.
Beda halnya dengan istilah Milenial, karena kelompok generasi ini berada dalam fase perkembangan zaman tertentu, sehingga untuk menyebut generasi pada zaman tersebut, dibuatlah diksi milenial untuk menyebut kelompok pemuda pada zaman itu. Jika tetap menggunakan diksi milenial dalam mengidentikkan kelompok pemuda, masih kurang tepat dan bijak. Karena milenial tidak mesti pemuda, tapi pemuda pernah dan sedang berada dalam masa milenial saat ini.
Yang perlu dipertegas adalah, bagaimana semua pihak dalam Negara Indonesia ini tetap mengobarkan semangat mudanya dalam perannya sebagai generasi emas sebuah Negara bangsa.
Muda atau Milenial dalam Politik Praktis
Pembaca tentu tidak asing lagi dengan dua diksi di atas yang sering digunakan oleh para politisi dan kelompok politik di Negara ini dalam menarik simpati para pemuda. Hampir semua kelompok politik menggunakan, bahkan berebut untuk mengidentifikasikan diri dan kelompoknya sebagai kelompok milenial dalam politik. Kampanye politik yang dilakukan selalu mengatasnamakan visi-misi dan dirinya sebagai kepentingan Milenial.
Dibalik sepinya perang kata yang dilakukan oleh kelompok kepentingan ini, ada oase ditengah-tengah kekeringan diksi politik. Agus Harimurti Yudhoyono yang awalnya dikenal sebagai perwira elite militer Indonesia, muncul ke permukaan dengan gagasannya yang tajam dan mampu membaca zaman. Sama halnya yang dilakukan oleh para pemuda di berbagai belahan dunia ini, khususnya sejarah pemuda Indonesia.
Bung Karno adalah negarawan sekaligus politisi yang memiliki segudang perjuangan dalam memerdekakan bangsa dan negaranya. BK dikenal selalu melahirkan diksi-diksi yang sarat makna, dengan arti yang mendalam. Misalnya ketika beliau melahirkan diksi Marhaen untuk menandingi diksi Proletar-nya Karl Marx atau Partai Komunis. Kemudian saat melakukan konfrontasi dengan Malaysia, dia mengeluarkan diksi politik yang belum pernah ada yaitu; Ganyang Malayasi. Semua diksi-diksi yang diciptakan oleh BK selalu mengobarkan semangat perjuangan yang tak pernah padam.
AHY memiliki variable pemuda yang sama dengan BK, sama-sama mampu melahirkan diksi politik ditengah keringnya diksi yang mampu mengobarkan semangat para pemuda. Sederhana tapi sarat makna juga, AHY mencetuskan diksi Muda untuk untuk menandingi diksi Milenial dalam mengidentifikasi kelompok pemuda.
Dengan jargon “Muda adalah Kekuatan” AHY sangat jeli dan tepat dengan pilihan diksinya. Karena sejatinya pemuda dengan semangat mudanya yang menyala-nyala adalah kekuatan yang tidak bisa dihancurkan apalagi dikalahkan oleh siapa pun. Kekuatan sebuah bangsa terletak pada kekuatan pemudanya itu, jadi sangat tepat jika Muda adalah kekuatan bukan sebaliknya.
Cukup satu pemuda dengan semangat Muda yang murni, mampu merubah Indonesia ke arah yang lebih baik dan bermartabat. Juga cukup satu Milenial yang malas dan tanpa semangat perubahan yang progress, mampu membawa Indonesia ke jurang kehancuran dan ketertinggalan dari Negara-negara maju lainnya.
Dimutakhirkan: 13 Oktober 2022