Pada
masa dimana perkembangan teknologi sudah semakin canggih dan menjadi
konsekuensi logis zaman modern, telah mengubah kehidupan masyarakat dunia
menjadi lebih sederhana. Di era digital ini, hampir tidak ada batasan bagi
sesama manusia di muka bumi untuk berinteraksi dan hampir hilangnya ruang-ruang
privat. Dalam konteks dunia seperti ini, ada beberapa kelompok masyarakat dunia
yang diuntungkan dan sebaliknya mayoritas dirugikan tapi tidak merasa rugi.
Itulah fenomena zaman hari ini yang terus bergerak maju.
Di
indonesia sendiri terbentuk suatu pola masyarakat konsumtif terhadap produk
ciptaan negara maju. Budaya konsumtif ini telah berakar kuat dalam kehidupan
masyarakat indonesia secara umum. Anehnya, masyarakat indonesia merasa
baik-baik saja dengan kondisi seperti ini, seolah tidak berdampak apa-apa. Ini
tentunya menjadi persoalan dan tantangan kebangsaan oleh seluruh elemen
masyarakat indonesia yang harus diselesaikan.
Tidak
cukup disitu saja, fenomena lain juga muncul akhir-akhir ini dalam tatanan
kehidupan berbangsa dan bernegara masyarakat indonesia. Muncul dan
berkembangnya Budaya Komentar yang menjadi parasit bagi keharmonisan
kehidupan masyarakat. Fenomena ini tidak muncul begitu saja, namun ada landasan
historis yang membentuknya yaitu; pertama, sangat minimnya budaya
membaca atau melek literasi masyarakat berdasarakan data Badan Pusat Statistik
(BPS) dan hasil survei UNESCO tahun 2012 yang hanya 0,001 persen, artinya
1:1.000 . kedua, derasnya arus teknologi dengan beragam bentuk aplikasi sosial
media (sosmed), membuat masyarakat indonesia sangat gemar
beraktifitas dan berinteraksi melalui sosmed. Karena umumnya masyarakat
indonesia senang dengan hal-hal yang instant, media online atau sosmed menjadi
sumber utama mendapatkan informasi, meskipun keabsahan atau validitas sebuah
informasi tidak jelas (hoax) sumbernya.
Belakangan
ini lagi-lagi masyarakat indonesia dibuat geger dengan beredarnya berita
tentang penculikan anak-anak untuk diperjual-belikan organ tubuhnya di luar
negeri. Kestabilan kehidupan masyarakat sempat dilanda kepanikan dan kecemasan
sosial, meskipun pada dasarnya berita tersebut hanya beredar lewat media
hoax dan sosmed yang disebarkan dari mulut ke mulut. Fenomena seperti
ini menunjukkan kepada kita semua bahwa rendahnya budaya literasi di era
digital membuat masyarakat mudah di provokasi dan di hasut, belum lagi budaya
komentar juga semakin tumbuh subur.
Kalau
ditarik lebih jauh lagi, dalam membaca kondisi masyarakat indonesia yang saat
ini sedang panas-panasnya menghadapi momentum politik, juga disebabkan oleh
kuatnya budaya komentar. Pihak-pihak tertentu yang memiliki kepentingan
politik, memanfaatkan media online dan sosmed untuk menyebarkan berita hoax
yang tujuannya mengadu-domba kelompok satu dengan kelompok lainnya. Banyaknya
media online yang hoax, juga mempengaruhi hubungan masyarakat dan menggiring
opini publik pada perpecahan. Masyarakat indonesia memang sangat gemar
berkomentar di sosmed yang itu mereka bebas mencaci-maki dan menyulut amarah
individu atau kelompok tertentu.
Fenomena
saling mencaci-maki,menghasut,dan memprovokasi, sudah menjadi konsumsi
sehari-hari masyarakat indonesia yang hidup di dunia maya. Minat baca di sosmed
masyarakat indonesia lumayan tinggi yaitu; membaca berita hoax dan dipercaya
begitu saja tanpa dianalisis terlebih dahulu. Fenomena komentar ini berbanding
lurus dengan minimnya minat baca masyarakat indonesia seperti; koran, buku,
majalah, jurnal, atau sesuatu yang ilmiah. Tentu hal semacam ini adalah parasit
bahkan sebuah penyakit yang sangat sulit diobati jika tidak ada kesadaran
maupun langkah kongkret dari pihak-pihak terkait untuk menyikapinya.
Hari
ini masyarakat maupun pemerintah indonesia masih melakukan pola mengobati dalam
menyikapi suatu persoalan. Dalam hal ini masih terjebak pada akibat-akibat yang
ditimbulkan oleh dinamika sosial, bukannya membaca akar persoalan atau mencari
sebab-musabab suatu persoalan. Jika sebab dari suatu persoalan telah ditemukan
dan dianalisis maka tidak akan terjebak pada persoalan kulit luar saja.
Dalam
hal ini pemerintah dengan lembaga terkaitnya, harusnya membuat aturan untuk
menjaga kestabilan ditengah-tengah masyarakat dengan membuat suatu formulasi
baru. Karena persoalannya hari ini adalah bebas beredarnya informasi melalui
website yang tidak jelas sumbernya, maka pemerintah dengan Kementerian
Komunikasi dan Informasi harus lebih teliti dan terus memantau perkembangan
arus informasi. Ancaman yang paling berbahaya juga adalah adanya kejahatan atau
cybermedia yang jangan sampai luput dari perhatian pemerintah.
Fenomena
semacam ini tidak dapat diselesaikan secara sepihak oleh pemerintah tapi juga
harus ada peran serta masyarakat dalam menyikapi hal ini. Dengan mengurangi
aktifitas dan intensitas berkomunikasi di sosmed dapat terhindar dari
racun-racun provokatif. Mengambil sumber informasi online yang valid dan teruji
kredibilitasnya dan sebisa mungkin banyak membaca koran, karena berita yang
dimuat di koran itu jauh lebih baik dari sumber online. Masyarakat juga harus
lebih teliti dalam menyikapi suatu informasi yang ada sebelum teruji
kebenarannya.
Terakhir
dan tak kalah pentingnya adalah peran orang tua dalam memproteksi anak dari
virus-virus yang membuat kecanduan terhadap gadget dan game online.
Seorang anak sudah harus dibekali dan diperkenalkan dengan hal-hal yang berbau
literasi. Dengan membangun kecintaan anak terhadap buku dan sebisa mungkin
menjauhkan dari pengaruh gadget, itu jauh lebih bijak dalam membangun karakter
anak kedepannya.
Masyarakat
indonesia sudah seharusnya sadar berdasarkan fenomena yang sedang berkembang
bahwa, segala sesuatu yang serba instant akan membawa keburukan lebih banyak.
Untuk menghadapi fenomena budaya komentar dan minimnya minat baca, masyarakat
indonesia harus memulainya dari hal yang paling sederhana dan tidak pula dengan
cara yang instant. Segala sesuatu yang dibangun dan dibentuk dari awal tentu
akan kuat melawan gempuran dan ancaman yang merusak.