Laci Gagasan, Pemuda --- Setiap tanggal 20 Mei selalu diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas), meskipun tanpa perayaan berarti atau libur nasional. Kurang lebih satu abad atau 111 tahun lalu, sebuah organisasi kepemudaan dibentuk oleh pemuda-pemuda terpelajar yang menginginkan bangsanya terlepas dari cengkeraman para penjajah. Organisasi tersebut bernama Boedi Oetomo yang didirikan oleh Dr. Soetomo bersama rekan-rekan mahasiswa di STOVIA kala itu. Ini merupakan langkah awal bagi bangsa Indonesia untuk menggalang persatuan dan kesatuan bangsa demi terwujudnya kemardekaan Indonesia di kemudian hari oleh generasi penerus bangsa
Semangat Harkitnas ini tidak cukup dengan dirayakan atau sekedar dibicarakan tanpa arti, tetapi perlu penghayatan untuk mengambil semangat tersebut demi bangkitnya Indonesia dalam setiap dimensi kehidupan. Setiap kebangkitan selalu diawali dengan adanya pemahaman tentang keterpurukan yang sedang dialami, maka dari itu perlu melihat keterpurukan apa yang sedang dihadapi bangsa dan negara ini. Dengan demikian bangsa ini mampu untuk membangun kembali semangat kebangkitan nasional demi Indonesia yang berdaulat,adil, makmur, dan sejahtera.
Dalam setiap dimensi kehidupan masyarakat Indonesia, masih menyimpan banyak persolan yang cukup serius untuk segera dibenahi. Yang menjadi sorotan di sini adalah dimensi politik yang sedang panas-panasnya membakar keharmonisan bangsa Indonesia akhir-akhir ini. Tahun 2019 ini menjadi tahun politik yang melelahkan dan menghabiskan banyak energi bagi seluruh masyarakat Indonesia. Meskipun Pemilu telah dilaksanakan dan tinggal menunggu hasil penghitungan dan pengumuman oleh KPU, tetapi kegaduhan politik terus terjadi bahkan semakin panas.
Konflik elit politik ini menimbulkan masalah di akar rumput yaitu masyarakat yang menjadi korban kegaduhan politik ini. Padahal tanggal 22 Mei KPU secara resmi akan mengumumkan hasil pemilu pada 17 April lalu, tetapi kondisi politik semakin memanas dengan adanya gerakan masyarakat yang menolak hasil pemilu tersebut. Dampak kegaduhan politik ini semakin meluas dan melibatkan banyak pihak, mulai dari Ulama, Pakar/pengamat politik, Akademisi, Politikus, Negarawan, bahkan budayawan juga terseret dalam kegaduhan politik. Masyarakat dibingungkan dengan kondisi ini, karena hampir tidak ada yang mampu meredam kegaduhan ini, sehingga terjadi gesekan antar masyarakat. Sederhananya masyarakat Indonesia kehilangan sosok/figure yang dapat didengar dan diikuti arahannya.
Pemuda dan Upaya Rekonsiliasi Politik
Tidak ada yang meragukan peran pemuda dalam setiap momentum bersejarah bangsa dan Negara Indonesia, bahkan dalam lingkup global. Pemuda selalu menjadi pelopor perubahan dalam setiap zaman yang keruh dan jumud. Dengan dibekali semangat yang berapi-api, pemuda memiliki daya dan potensi yang kuat untuk melakukan suatu perubahan. Tetapi sebaliknya, jika pemuda dalam suatu Negara bangsa mengalami degradasi semangat juang, maka perubahan hanyalah isapan jempol belaka. Hal ini dipertegas oleh pernyataan dari sastrawan terbesar sepanjang sejarah Indonesia, yaitu Pramoedya Ananta Toer yang menyatakan bahwa, “Sejarah dunia adalah sejarah orang muda, apabila angkatan muda mati rasa, maka matilah sejarah sebuah bangsa.”
Melihat kegaduhan politik yang sedang dan akan memecah belah bangsa Indonesia, pemuda diharapkan memiliki keberanian dalam mengambil langkah dan aksi konkret sebagai upaya rekonsiliasi politik yang gaduh. Penyakit yang sedang menggerogoti pemuda Indonesia hari ini adalah ketakutan dalam menyikapi suatu peristiwa yang berujung pada pengambilan sikap yang ambigu. Pemuda hari ini terjebak pada lingkaran politik praktis yang merusak semangat dan keberanian untuk mengambil langkah dalam perubahan zaman.
Kegaduhan politik di Negara ini disebabkan oleh generasi tua yang tetap memaksa mempertahankan status quo kepentingan politik dan golongannnya, sehingga kegaduhan politik tidak dapat dihindari. Hal ini perlu disadari oleh generasi muda bangsa ini, agar segera menggalang persatuan dan kesatuan demi sebuah kedamaian bagi masyarakat Indonesia. Praktik-praktik politik yang sudah banyak merusak dimensi kehidupan harus segera dihentikan agar tidak semakin merusak kehidupan berbangsa dan bernegara.
Beberapa penyakit kebangsaan dan kenegaraan yang harus segera disikapi, seperti; Hoax, Politisasi Agama, Hate Speech, gerakan makar, serta ancaman terhadap kedaulatan bangsa dan Negara. Ini adalah tugas bersama sebagai generasi muda bangsa Indonesia, untuk segera ikut andil dalam upaya perubahan dan merekonsiliasi konflik yang terjadi. Langkah sederhana yang dapat dtempuh oleh pemuda adalah denga tidak terlibat dalam pusaran kepentingan elit dan politik praktis, karena itu akan mencederai semangat perjuangan, sekaligus hilangnya empati dan simpati serta harapan masyarakat yang dibebankan di bahu pemuda Indonesia. Perjuangan pemuda harus benar-benar atas nama masyarakat Indonesia, bukannya berpihak pada elit politik yang menimbulkan kegaduhan politik.
Mau tidak mau, senang atau pun tidak, ini menjadi beban moral yang harus dipikul oleh pemuda dalam setiap perputaran zaman. Sebagai generasi penerus bangsa, masa muda ini harus digunakan dengan sebaik mungkin, dengan melakukan sesuatu yang positif dan bermanfaat bagi lingkungan. Tidak perlu melakukan suatu tindakan yang begitu heroik, cukup hal-hal sederhana saja dalam lingkungan sehari-hari, sebagai upaya pencegahan penyakit yang disebutkan di atas.
Pemuda harus mampu menjadi mata air penyejuk di tengah kekeringan dan kekacauan kehidupan di masyarakat. Kalau pemuda jauh dari masyarkata, niscaya perubahan tidak akan pernah terjadi. Sejatinya pemuda dan masyarakat adalah duet maut dalam menyelesaikan suatu persoalan serta kekuatan utama dalam perubahan besar nantinya.
Dimutakhirkan: 1 Oktober 2022