Laci Gagasan, Ekonomi - Pelni merupakan perusahaan negara yang bergerak di bidang layanan Transportasi Laut. Sebagai negara maritime, Indonesia memang perlu mengembangkan dan memajukan layanan transportasi laut yang menghubungkan setiap pulau-pulau di Indonesia. Apalagi sesuai misi Presiden Jokowi dalam membangun Tol-laut agar seluruh wilayah Indonesia dapat terhubung dengan baik.
Layanan transportasi laut yang dikelola oleh Pelni ini belum menjadi primadona masyarakat Indonesia. Faktor utamanya adalah soal waktu tempuh yang lama, dan beberapa faktor pendukung lainnya. Sampai sejauh ini pemerintah dan kementerian terkait belum menaruh perhatian lebih pada layanan transportasi satu ini.
Pelni hanya unggul soal tarif dibandingkan jasa transportasi lainnya, selebihnya tidak ada. Penumpang yang menggunakan jasa Pelni pun mayoritas masyarakata menengah ke bawah secara ekonomi. Belum terlihat upaya Pelni dalam memajukan moda transportasi ini, terlihat dari kurangnya inisiatif dalam menata dan penyediaan layanan yang ideal. Ada banyak masalah dan ketidaknyamanan saat berlayar bersama Pelni.
Masalah Keamanan dan Kenyamanan
Sudah menjadi masalah klasik di kapal Pelni soal keamanan dan kenyamanan dalam kapal. Penumpang di atas kapal masih semrawut dan liar, ditambah lagi pedagang asongan yang tidak tertata dengan baik. Saat kapal berlabuh di setiap pelabuhan, kapal berubah menjadi pasar dadakan yang ramai tanpa terkendali. Saat banyaknya penumpang yang naik maupun yang akan turun dari kapal, juga disertai pengantar penumpang dan pedagang asongan yang meramaikan isi kapal.
Saat seperti inilah keamanan menjadi taruhannya, banyaknya orang yang naik ke kapal berkedok (pengantar penumpang) disinyalir sebagai aktor-aktor yang mengambil barang penumpang di kapal. Pemeriksaan keamanan di setiap pelabuhan masih sangat kurang, sehingga menjadi celah bagi para pelaku kejahatan.
Penumpang yang berada di deck-deck kelas ekonomi, kondisinya sangat mengenaskan. Seolah sedang berada dalam kamp pengungsian yang kumuh dan jorok. Kebersihan dan kualitas udara di dalam kapal ini menjadi masalah terbesar yang dialami oleh hampir seluruh armada kapal Pelni. Toilet dalam kapal yang sering rusak serta air yang sering habis saat masih dalam pelayaran, membuat kenyamanan MCK sangat terganggu. Ditambah lagi sirkulasi udara yang buruk membuat suhu dalam kapal sangat panas dan berbau tidak sedap, juga tidak adanya pendingin membuat suhu dan kualitas udara semakin buruk.
Tidak jarang banyak penumpang yang usia lanjut mengalami masalah pernapasan di dalam kapal dikarenakan kondisi udara yang sangat buruk. Bahkan yang sehat sekalipun banyak yang tidak mampu berada di dalam kapal, dan terpaksa harus keluar ke deck teratas yang berhubungan langsung dengan udara bebas.
Juga tidak adanya smoking area membuat perokok kesusahan saat mencari area merokok di dalam kapal. Hal ini menyebabkan banyak penumpang yang merokok didalam kapal yang mengakibatkan kondisi udara semakin memburuk. Tidak jarang terjadi kebakaran di dalam kapal karena ulah perokok yang membuang puntung rokok sembarangan. Mungkin ini (Pelni) adalah moda transportasi terburuk yang ada di negeri ini.
Tempat terjorok selain toilet adalah daerah sekitar Pantry tempat pengambilan makanan dan air panas, disana sampah makanan/minuman berserakan dan menimbulkan bau tidak sedap. Perilaku penumpang didalam kapal memang belum mampu menjaga kebersihan dengan baik, karena didukung oleh situasi dan kondisi didalam kapal sendiri. Hampir di seluruh bagian kapal, kebersihan menjadi masalah utama yang sampai sekarang belum mampu diatasi dengan baik.
Penyumbang sampah terbanyak di dalam kapal adalah penumpang itu sendiri. Hampir semua penumpang membawa makanan instant saat akan naik ke kapal, seperti; mie instant, kopi/teh, dan jajanan lainnya yang nantinya menimbulkan sampah makanan di dalam kapal. Hal ini wajar dilakukan oleh penumpang karena harga makanan yang dijual di atas kapal sangat mahal, sehingga penumpang enggan untuk membeli apa yang dijual oleh pihak kapal.
Di setiap kapal Pelni disediakan pedagang asongan yang bekerjasama dengan Pelni. Menjual segala macam makanan/minuman instant yang harganya melebihi restoran mewah. Segelas kopi sachet saja harganya mencapai Rp 15.000,00 dan nasi ayam sekitar Rp 35.000,00. Bagi penumpang kelas ekonomi, justru enggan membeli, bukan karena tidak suka tetapi harganya yang bisa dikata lebih mahal dari harga tiket kapal.
Pihak-pihak terkait di dalam kapal hanya fokus pada bisnis kamar yang mendatangkan keuntungan yang lebih daripada peningkatan layanan yang maksimal. Setiap kamar yang disewakan oleh Perwira kapal, sewanya mencapai jutaan rupiah sekali pelayaran yang tentunya lebih mahal dari harga tiket penumpang yang rata-rata dibawah satu juta rupiah.
Bisnis Tiket di Dalam Kapal oleh Perwira
Dalam setiap pelayaran, tidak jarang penumpang kapal kehabisan tiket. Misalnya dari Surabaya ke Jayapura, tiket yang tersedia hanya sampai Sorong, penumpang tetap akan membeli tiket tersebut dan selebihnya diatur di atas kapal bersama Perwira. Penumpang dengan kasus seperti ini disebut Dingdong atau penumpang lanjutan yang kehabisan tiket. Di sinilah permaian para Perwira kapal dalam mengatur skenario tiket ini. Awalnya penumpang Dingdong ini diminta melapor ke ruang informasi, selanjutnya didata kemudian dimintai sejumlah uang yang katanya sebagai pengganti tiket.
Saat pembayaran pun tidak ada tiket resmi atau bukti pembayaran yang diterima, selain nama penumpang tercatat dalam buku. Nominal yang dibayarkan pun tidak jelas, karena ada deal-dealan antara penumpang dengan petugas pencatat tersebut. Jika penumpang tersebut cakap dalam berkomunikasi, bisa saja nominal yang dibayarkan cukup rendah, bahkan bisa tidak bayar, meskipun ada beberapa penumpang yang tujuannya sama, tetapi hasil akhir setelah dari ruang informasi bisa berbeda.
Penumpang Dingdong ini juga tidak mendapatkan fasilitas seperti penumpang lainnya, meskipun sudah membayar sesuai harga tiket bahkan lebih dalam beberapa kasus. Penumpang Dingdong ini tidak mendapatkan seat dan jatah makan dari kapal, sehingga mereka ini menempati lorong-lorong, tangga, dan tempat yang cukup buat tidur sebagai tempat istirahat mereka. Ini lah yang membuat kondisi kapal itu semrawut dan lebih buruk dari kamp pengungsian. Saat musim mudik dan arus balik, penumpang Dingdong ini jumlahnya sangat banyak bahkan melebihi penumpang yang memiliki tiket atau kapasitas kapal itu sendiri.
Inilah waktu yang tepat bagi para ABK, Crew, dan Perwira kapal dalam meraup keuntungan pribadi karena lonjakan penumpang yang melebihi batas. Saat seperti ini juga lah kapal seperti tempat pembuangan sampah. Jumlah sampah yang berserakan sangat banyak dan tidak mampu lagi ditampung dalam kantong-kantong sampah yang tersedia. Juga meningkatnya barang-barang milik penumpang yang hilang di dalam kapal, tanpa pernah sekalipun pencuri di dalam kapal tertangkap, karena aparat dan system keamanan di dalam kapal sangat rendah.
Artikel inni ditulis berdasarkan pengalaman penulis selama berada di atas armada Pelni
Dimutakhirkan: 13 Oktober 2022