Demokrasi Indonesia di Ujung Tanduk

Demokrasi Indonesia di Ujung Tanduk

Fenomena Demokrasi di Indonesia Yang Terus Memanas

Laci Gagasan, Politik - Melihat situasi dan kondisi politik nasional hari ini yang semakin memanas menjelang penetapan KPU mengenai hasil PEMILU 17 April 2019 lalu, gesekan terus terjadi di kalangan elit. Gesekan antar elit politik juga menyeret masyarakat ke dalam konflik verbal bahkan fisik.

Sesuatu yang sangat diseslkan adanya, karena sebagai negara yang demokratis dengan Pancasila sebagai prinsip dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kejadian seperti ini masih saja terus terjadi. Ada spenyakit yang sedang menggerogoti masyarakat Indonesia, yang itu tidak disadari bahkan elit politik sekalipun.

Di umurnya yang sudah 73 tahun ini, sudah selayaknya masyarakat Indonesia semakin dewasa dan bijak dalam berpolitik tanpa perlu menumpahkan darah antar sesama anak bangsa. Pesta demokrasi sudah berlalu, yang perlu dilakukan adalah membersihkan kotoran dan sampah yang dihasilkan. Bukan malah sebaliknya, menjadikan kotoran dan sampah tadi sebagai alasan untuk menolak pesta yang telah dirayakan bersama. Bukan pula mencari kambing hitam siapa yang telah mengotori ruangan pesta, tetapi mari bergandengan tangan bersama-sama membersihkan sampah-sampah tadi.

Masyarakat indonesai terpecah menjadi dua kelompok yang saling sikut, caci maki dan saling jegal yang semua ini disebabkan oleh dinamika politik para elit negara ini. Antara pemerintah dan oposisi juga menunjukkan sikap yang kurang dewasa, dengan saling hujat dan jegal. Di satu pihak melakukan aksi penolakan terhadap kebijakan pemerintah dan di pihak lain, pemerintah menggunakan tangan besi dalam menghadapi tuntutan rakyat yang dinilai mengganggu stabilitas negara.

Sifat kesatria belum ditunjukkan oleh para elit politik, sehingga menjadikan masyarakat gusar, kacau, dan bimbang melihat realitas hari ini. Konflik horizontal antar masyarakat terus meruncing, meskipun itu masih terjadi di media sosial, tetapi tidak menutup kemungkinan akan benar-benar terjadi secara nyata.

Masyarakat yang tidak puas dan tidak setuju dengan pola pemerintahan hari ini, berusaha menggalang kekuatan untuk melakukan aksi penolakan terhadap proses penghitungan hasil Pemilu oleh KPU, dengan beberapa kali aksi massa yang akan terus dilakukan. Mereka menyebut gerakan ini dengan People Power sebagai reaksi nyata masyarakat atas ketidakpercayaan terhadap KPU.

Aksi massa yang mereka lakukan didorong oleh perasaan amarah yang berapi-api, sehingga dalam berdemonstrasi terlontar kata-kata yang dianggap menghina atau menghujat pemerintah. Respon pemerintah atas gerakan ini juga bikin geleng-geleng kepala, karena banyak massa aksi yang ditangkap pihak kepolisian dengan jeratan hukum. Beberapa massa aksi atau otak dibalik aksi tersebut dijerat dengan Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Di sinilah masalah yang sebenarnya, karena dalam demokrasi seseorang boleh menyampaikan pendapatnya secara bebas. karena demokrasi ini secara prinsipiil dibangun atas tiga nilai dasar, yaitu; Fraternity (Persaudaraan), Egality (Kesetaraan), dan Liberty (Kebebasan). Artinya dalam setiap proses demokrasi suatu negara, perlu melihat ketiga poin dasar ini. Terkait demonstrasi yang dilakukan oleh massa aksi dengan kata-kata yang kasar terlontar dari mulutnya, itu hal yang manusiawi dan tidak melanggar nilai dasar demokrasi itu sendiri.

Hal ini wajar dalam demonstrasi, karena kemarahan rakyat terhadap pemerintah yang sudah tidak dapat ditahan lagi, akan secara spontan melontarkan dan meluapkan perasaannya dengan kata-kata kasar tadi. Pemerintah beserta seluruh jajarannya diharap mampu merangkul masayarakat yang heterogen ini dengan berbagai tuntutan dan keinginannya masing-masing, tanpa perlu menggunakan tangan besi lagi seperti jaman kolonial atau feodalisme dahulu.

Adanya seruan untuk melakukan gerakan People Power disatu pihak bukanlah hal yang keliru dalam sistem demokrasi, juga pemerintah dengan tangan besi mematahkan dan melumpuhkan gerakan ini bukanlah hal tepat, atau sebaliknya. Semua ini hanya akan berujung pada konflik besar-besaran antar sesama anak bangsa, yang tentunya akan merugikan semua pihak. Penulis melihat fenomena politik tidak berdasarkan dengan kejadian apa yang sedang terjadi, tetapi berusaha mencari siapa dibalik semua ini dan apa maksudnya.

Otak dibalik kegaduhan politik yang dimainkan oleh para elit yang mengorbankan masyarakat Indonesia, berusaha membangun skenario konflik. Pertama-tama yang dibuat adalah membangun konflik antar kelompok dan golongan, kemudian membangun skenario tidak percaya terhadap aparat pemerintah dan negara. Kedua membangun skenario kemarahan negara terhadap rakyatnya yang dianggap makar atau membelot, dengan tangan besi tadi memukul rakyat. 

Skenario terakhir adalah menghasut rakyat agar terus-menerus menentang pemerintah dan negara, disamping negara juga menjalankan aksinya di waktu yang sama, sehingga terjadi konflik vertikal antara pemerintah/negara dengan rakyatnya sendiri.

Ketika skenario ini tidak segera dipathakan, maka akan terus terjadi konflik yang berujung perang saudara antara rakyat yang menolak pemerintah dengan rakyat membela pemerintah/Negara di lain pihak. Semua sudah sangat nyata di depan mata, bagaimana skenario yang dilakukan oleh kelompok yang ingin menghancurkan Indonesia sama seperti di timur-tengah.

Jika terjadi perang saudara di Indonesia, maka pihak asing akan dengan mudah melenggang masuk ke Indonesia dan menjarah seluruh kekayaan SDA Indonesia, disaat seluruh rakyat Indonesia sibuk saling tikam.

Disaat seperti ini masalah yang sedang menjangkiti bangsa dan Negara Indonesia, penulis mengingat nasehat penting dari Founding Fathers yaitu Ir.Soerkarno saat beliau berkata bahwa,
Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Tapi perjuangan kalian akan lebih berat, karena melawan saudara sendiri.
Memang benar dan terbukti hari ini, pesan sang proklamator ini terhadap apa yang akan dihadapi oleh bangsanya di kemudian hari. Indonesia bukanlah Palestina, Suriah, Irak, tetapi ini adalah negara yang dibangun oleh darah para pahlawan yang mengalir di atas tanah Ibu Pertiwi, agar kelak anak cucu mereka bisa hidup damai dan rukun tanpa permusuhan antar sesama anak bangsa. Mari hormati dan hargai perjuangan para pendiri bangsa dan negara ini, dengan tidak melakukan hal-hal yang bisa memecah-belah persatuan dan kesatuan bangsa ditengah-tengan persaingan elit politik.


Dimutakhirkan: 13 Oktober 2022


Laci Gagasan

Media informasi yang mengangkat isu-isu seputar mahasiswa dan artikel umum terkait ekonomi, bisnis, sosial, politik, sejarah dan budaya

Posting Komentar

komentar yang mengandung spam, tidak akan ditampilkan

Lebih baru Lebih lama