Sekali Lagi Honda & Yamaha bikin ulah, Kami Usir kembali Ke Jepang! Bersatulah, Hentikan Yel - Yel Dan Sorak Gembira!!
Laci Gagasan, Ekonomi Politik - Harus diakui bahwa, persoalan perebutan Politik & Kekuasaan yang hampir setahun berjalan telah membuat kita buta pada kasus mafia dagang atau kartel yang kian hari menggurita dan menyasar pada segala sektor umum kebutuhan masyakarakat kita.
Tidak saja pada bidang komoditi, Pada sektor jasa dan sektor otomotif pun telah mencekik bangsa ini. Membahas isu kartel atau monopoli dagang memang tidaklah mudah, sebab Kartel itu dapat diidentifikasi bentuk kejahatannya, namun sulit untuk disentuh secara langsung, karena kekuatan ekonomi dan politik yang kuat berpihak ke mereka.
Awal tahun lalu, Kementrian Perdagangan dan BULOG berselisih paham atas keputusan untuk kembali impor Beras serta Gula. Ada indikasi bahwa kartel telah berkongsi dengan pejabat negara. Selanjutnya adalah tentang Kasus monopoli dagang jenis Skuter Matic (SKUTIC) yang di lakukan oleh Pabrikan Honda dan Yamaha yang mengakibatkan harga SKUTIK menjadi naik dan merugikan konsumen. Namun pada kasus SKUTIC kuranh begitu familiar di kalangan publik. Padahal Kasus ini telah diputuskan bersalah dan terbukti melakukan monopoli dagang di Indonesia Oleh Lembaga negara Yaitu Komisi Pengedalian Perdangan Usaha ( KPPU) dan telah didukung dengan Putusan Oleh MA pada bulan Agustus Lalu.
Merujuk pada putusan KPPU tersebut, Honda dan Yamaha berkewajiban untuk membayar denda kepada negara sebesar 50 Miliar, Namun sampai rilis ini dibuat, Honda dan Yamaha belum menyotorkan kewajiban dendanya kepada negara. sesunguhnya Putusan KPPU ini hanya berpedoman pada UU No 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persainga Usaha tidak sehat. Dalam Hal ini, Negara yang di wakili KPPU semata - mata hanya menyasar pada persoalan monopoli daganya dan terkesan kurang memperharikan rakyat kita yang notabane adalah Konsumen dari dua pabrikan itu.
Bergerak atas pengaturan harga yang merugikan konsumen Skutik Yamaha & Honda itu, Alinsi Mahasiswa Anti Kartel ( AMAK) melaksanakan Survey pada rentang waktu 23-29 September, di kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, data yang terkumpul sekitar 2.700 mahasiswa/i UIN menggunakan skuter matic Honda Yamaha. jika merujuk pada informasi KPPU, Bahwa pengaturan monopoli dagang telah mengakibtkan setiap satu unit SKUTIK naik menjadi 3 Juta Rupiah. Jika dikalikan dengan kerugian 3 juta/konsumen, 2.700 X 3 juta= 8.100.000.000 kerugian mahasiswa UIN setiap tahunnya.
Padahal jumlah mahasiswa UIN rata-rata 3.000 setiap tahun, bayangkan berapa kerugian mahasiswa akibat ulah monopoli yang eksploitatif oleh Honda dan Yamaha. Biaya pendidikan malah dipakai buat memperkaya Kartel. Sedangkan mahasiswa harus memenuhi kebutuhan kuliah yang tidak sedikit. Survey kami juga berlanjut tentang isu Monopoli dagang atau kartel, Jawabanya, Hanya 8% Mahasiswa yang Mengerti dan mendegar tentang Kasus ini, selebihnya baru tahu dan sadar bahwa ia tergolong sebagian korban.
Negara memiliki banyak lembaga/komisi yang mengatur tentang perdagangan/industry yang sehat berdasarkan regulasi. Misalnya KPPU sebagai pengawas perdagangan, BPKN sebagai pejuang hak konsumen. Kedua lembaga ini merupakan lembaga Negara yang sah dan berwenang menyelamatkan Negara dari kejahatan monopoli dagang yang mengorbankan konsumen sebagai tumbal. Tetapi setelah release pertama AMAK kirim ke KPPU dan BPKN, tak kunjung mendapat tanggapan positif soal tuntutan AMAK agar Honda dan Yamaha mengembalikan kerugian konsumen Indonesia.
Sikap KPPU terhadap Kartel Honda dan Yamaha cenderung lembut, dibuktikan dengan tuntutan KPPU ke Honda Yamaha yang menuntut 25 Miliar maksimal ke setiap perusahaan tersebut, sedangkan kerugian konsumen 12 Triliun/tahun. Margin antara kerugian dan dan tuntutan bagaikan langit dan bumi. AMAK curiga KPPU kooperatif terhadap kartel dengan tidak adanya tindakan tegas atas kasus monopoli dagang tersebut.
Belum terlihat adanya tindakan pencegahan sebagai upaya penyelamatan konsumen dari kejahatan kartel oleh KPPU. Jika terus begini polanya, maka Honda dan Yamaha akan tetap melakukan monopoli dagang terhadap konsumen Indonesia, karena keuntungan per tahun dan tuntutan KPPU selisihnya jauh dan bukan masalah bagi Kartel Honda dan Yamaha. Berikutnya soal sosialisasi KPPU yang eksklusif dan terbatas, belum menyentuh basis masyarakat akar rumput. Selain kurang populernya KPPU, juga masalah peran dan tugas fungsinya belum diketahui khalayak ramai.
Kemudian ada BPKN yang bergerak sebagai pelindung konsumen Indonesia. Nyatanya kasus kartel Honda dan Yamaha tidak dilirik oleh BPKN agar menyelamatkan konsumen, atau paling tidak menyuarakan hak konsumen yang dieksploitasi oleh Honda dan Yamaha. Sampai disini AMAK berkesimpulan bahwa, lembaga Negara masih sungkan melawan kapitalisme swasta yang berbentuk Kartel dengan pola monopoli dan eksploitasi konsumen.
Masyarakat Indonesia adalah konsumen dari segala macam produk jasa maupun non jasa. Kasus Kartel Honda dan Yamaha salah satu contohnya dan banyak kasus kartel yang lebih besar skala kerugiannya yang belum mampu diatasi oleh lemabaga negara.
BPKN juga kurang popular di telinga konsumen, yang berakibat pada kebingungan konsumen dalam melaporkan kerugiannya kepada siapa serta mekanisme dan prosedur pelaporan yang juga belum diketahui. Maka dari itu AMAK menegaskan bahwa “Negara Absen dan entah Keman--saat kartel menggurita dimana mana”. Apakah ada klik dibalik ini semua, atau memang daya dan kemampuan Negara belum kuat melawan Kartel?
Maka dari itu Aliansi Mahasiswa Anti Kartel menuntut:
- KPPU segera menuntut Honda dan Yamaha segera mengembalikan denda sebesar 50 Miliar yang telah diputuskan
- BPKN turun gunung menyelamatkan kerugian masyarakat dan atau konsumen akibat praktek monopoli dagang
- KPK menangani kasus kartel monopoli dagang di Indonesia, bukan hanya kasus politik
- Honda dan Yamaha bertanggung-jawab atas kerugian konsumen Indonesia
Hormat Kami
Aliansi Mahasiswa Anti Kartel
Dimutakhirkan: 10 Oktober 2022
Tags:
Berita Mahasiswa