Beberapa
waktu lalu public dihebohkan dengan sikap yang dipertontonkan oleh pejabat
negara (DPD) pada saat rapat paripurna. Adanya dua pihak yang saling klaim
sebagai pimpinan yang sah, membuat sidang jadi kacau balau. Konflik antara dua
kubu yang saling klaim tersebut dipicu oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MA)
yang membatalkan Tata Tertib (Tatib) Nomor 1 Tahun 2016 dan 2017 soal masa
jabatan pimpinan DPD selama 2,5 tahun. Dengan dibatalkannya Tatib tersebut,
maka masa jabatan pimpinan DPD lama kembali lima tahun, sedangkan yang
berpatokan pada Tatib tetap ngotot melakukan pemilihan dan mengangkat pimpinan
baru.
Pada
dasarnya kedua belah pihak yang mengaku sebagai pimpinan yang sah, itu bisa
dibenarkan karena mengacu pada aturan yang ada. Hanya saja adanya perubahan
atau pembatalan dari MK membuat salah satu dari kedua belah pihak yang bertikai merasa dirugikan dan menolak
hasil putusan tersebut. Dalam kasus seperti ini sulit menentukan siapa yang
salah maupun siapa yang benar. Hanya saja sebagai wakil rakyat, DPD harusnya
memberi contoh yang baik kepada masyarakat dalam menyelesaikan dan atau
menyikapi perbedaan dengan kepala dingin.
Agar
DPD tidak larut dalam konflik internal dan segera menyelesaikan persoalan yang
ada, perlu kiranya kedua belah pihak duduk bersama dan saling terbuka dengan
menunjukkan sikap sebagai negarawan. Putusan yang dikeluarkan oleh MK alangkah
lebih baiknya jika diterima tanpa diperkarakan. Karena selain dari ribut
terkait putusan MK, persoalan kebangsaan dan kemasyarakatan jauh lebih sulit
dan perlu perhatian lebih dari DPD.
DPD
sebagai salah satu lembaga negara
diharapakan mampu berkontribusi dalam pembangunan bangsa dan negara ke
arah yang lebih baik. Tentu DPD harus
memiliki jiwa negarawan yang tinggi dan mengedepankan kepentingan bersama.
Negara ini sudah terlalu parah dan butuh perbaikan disegala dimensi kehidupan
rakyat. Para pemimpin, pejabat, dan wakil rakyat sudah seharusnya berhenti
bertikai hanya karena persoalan kekuasaan semata. Jika sampai hari ini para
wakil rakyat masih sibuk bertikai, itu menandakan bahwa negara ini butuh sosok
negarawan.
Sosok
negarawan yang sempat dimiliki oleh bangsa ini seperti; Ir.Soekarno dan
Abdurrahman Wahid, merupakan contoh negarawan yang baik. mereka tidak menginginkan
adanya pertikaian dan lebih memilih mundur dari jabatan daripada bangsa ini
harus saling menumpahkan darah satu sama lain. Kecintaan yang sangat dalam
terhadap bangsa dan negaranya membuat mereka menghindari konflik antar sesama
bangsanya sendiri dan lebih mengedepankan kepentingan bersama rakyat. Semangat
pendahulu bangsa ini yang harusnya diwarisi oleh seluruh masyarakat Indonesia,
khususnya para pemimpin negara.
Harus
diakui bersama bahwa bangsa Indonesia saat ini sedang krisis kepemimpinan dengan
jiwa negarawan yang tinggi. Belum lagi persoalan bangsa Indonesia yang semakin
rumit dan akut menambah beban masyarakat dan negara. Ini menjadi tanggung-jawab
seluruh elemen masyarakat Indonesia, agar kedepannya mampu melahirkan sosok
pemimpin yang bijaksana dan mampu menunjukkan sikap negarawan ditengah-tengah
keadaan yang sulit. Terlepas dari kisruh sidang paripurna DPD, seluruh
masyarakat harus kembali fokus dan mendukung kinerja DPD kedepannya agar
semakin baik dan berkontribusi lebih kepada bangsa dan negara.
Tags:
Opini