Mendukung MUI dan Kemenkominfo dalam Mencegah Persekusi

Mendukung MUI dan Kemenkominfo dalam Mencegah Persekusi


Dunia telah terbalik. Dunia nyatayang mempengaruhi dunia maya atau sebaliknya, dunia maya yang mempengaruhi nyata. Kenyataannya saat ini, dunia maya lebih berpengaruh dalam kehidupan nyata di masyarakat. Penduduk di dunia maya sangat padat melebihi penduduk Jakarta, begitu pula arus informasi yang bersliweran. Ada pepatah yang mengatakan bahwa “Jarimu adalah harimaumu.” Karena dengan jari tangan saja, orang dapat mengetik di media sosial masing-masing terkait apa pun.
Fenomena di media sosial hari ini adalah banyaknya ujaran kebencian yang itu menimbulkan provokasi kepada masyarakat. Hal ini disebabkan oleh hukum di media sosial seperti hukum rimba, bedanya di media sosial yang bodoh, dialah yang terprovokasi. Beberapa waktu lalu, seorang dokter mendapat ancaman dari kelompok tertentu, karena menulis sesuatu di media sosialnya yang itu dianggap menyinggung kelompok tertentu. Apa yang ditulis oleh dokter tersebut membuat hidupnya tidak nyaman dan mendapat teror hampir setiap harinya.
Dengan banyaknya kasus yang serupa, MUI mengeluarkan fatwa tentang larangan menyebarkan informasi palsu (hoax), gosip, aib dan ujaran kebencian  di media sosial. Apa yang dilakukan oleh MUI tersebut harus didukung oleh masyarakat agar terwujud kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu, masyarakat juga harus lebih cerdas dalam memilah informasi yang bersliweran di media sosial, agar tidak mudah terprovokasi.
Sebagai lembaga Negara terkait, Kemenkominfo juga berniat menutup Facebook. Sah-sah saja jika Facebook ditutup, karena media sosial yang satu ini paling banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia. Tapi sebelum dilakukan penutupan,harus ada langkah pra penutupan, misalnya dengan melakukan pemantauan terhadap pengguna akun di Facebook.  Sebenarnya langkah Kemenkominfo dalam menutup Facebook bukanlah tindakan solutif, dan kurang efektif, meskipun Kemenkominfo ini memiliki wewenang dalam menertibkan arus informasi di media sosial, perlu formulasi baru dalam menyikapi fenomena di media sosial.
Tidak hanya di Facebook yang banyak bersliweran informasi dengan konten negatif, masih banyak sosial media lainnya yang juga sering digunakan dalam menyebar pesan berantai tetang  berita hoax dan ujaran kebencian. Jika Kemenkominfo memang serius dalam mencegah arus informasi negatifdi media sosial, maka harus ada upaya pemberdayaan masyarakat dalam menggunakan media sosial. Ketegasan hukum juga perlu dalam membentengi masyarakat dari oknum-oknum penyebar berita hoax dan kebencian di media sosial.
Demi mewujudkan masyarakat Indonesia yang melek media, perlu kerjasama yang kongkret antara masyarakat dan pemerintah. Upaya yang dilakukan oleh MUI dan Kemenkominfo perlu diapresiasi oleh seluruh masyarakat idonesia. Karena apa yang telah dilakukan oleh dua lembaga ini merupakan langkah maju dalam mengatasi dan mecegah perpecahan di masyarakat. Maraknya tindakan persekusi di media sosial juga semakin meresahkan masyarakat dan mengancam kestabilan di masyarakat.  Intinya adalah tindakan persekusi ini perlu dihadapi secara serius dan dibutuhkan kerjasama antar masyarakat dan pemerintah.


*Tulisan ini terbit di Harian Jogja, edisi Rabu Kliwon, 14 Juni 2017.
Laci Gagasan

Media informasi yang mengangkat isu-isu seputar mahasiswa dan artikel umum terkait ekonomi, bisnis, sosial, politik, sejarah dan budaya

Posting Komentar

komentar yang mengandung spam, tidak akan ditampilkan

Lebih baru Lebih lama