Mewujudkan Ketahanan dan Swasembada Pangan

Mewujudkan Ketahanan dan Swasembada Pangan

“Pengalaman menunjukkan kepada kita bahwa masalah pangan yang tidak terselesaikan  dapat menjadi awal kesulitan ekonomi lainnya.” Presiden kedua RI (Soeharto).
            Indonesia belum mampu menjawab tantangan dan persolan pangan, yang itu merupakan persoalan klasik. Orientasi pembangunan lebih fokus pada sektor industri, sehingga  sektor pertanian kurang mendapat perhatian lebih dalam pembangunan. Tidak hanya ketersediaan lahan yang merosot, juga produktivitas pertanian semakin menurun. Dikhawatirkan krisis pangan akan melanda Negara ini jika tidak segera diatasi.
            Indonesia harusnya berkaca pada Thailand, Negara tersebut muncul sebagai salah satu kekuatan ekonomi di ASEAN, karena orientasi pembangunnanya adalah sektor pertanian. Sebagai Negara agraris, bukan tidak mungkin Indonesia mampu mewujudakan ketahanan pangan bahkan swasembada pangan.  Sejarah telah membuktikan, di era Presiden Soeharto, Indonesia mampu mewujudkan swasembada pangan pada tahun 1985.
            Penyebab utama dalam industri pertanian di Indonesia adalah semakin maraknya alih fungsi lahan serta teknologi pertanian yang belum memadai. Alih fungsi lahan di provinsi DIY, khususnya  Sleman mencapai 100 hektare per tahun. Ini tentu masalah besar yang harus diamini oleh seluruh elemen masyarakat dan berupaya menjawab persolan tersebut. Orientasi pembangunan di Sleman harus ditinjau ulang agar tidak menjadikan sektor pertanian sebagai korban.
Alih fungsi lahan menjadi penyebab utama di sektor pertanian, sehingga produksi pertanian semakin merosot dan kualitasnya juga kurang bermutu. Pembangunan di DIY, idealnya menjadikan sektor pertanian sebagai pertimbangan utama. Jika pembangunan tersebut mengesampingkan atau malah mengorbankan sektor pertanian, bukan tidak mungkin akan terjadi krisis pangan di DIY.
            Ancaman krisis pangan sudah ada di depan mata, maka dari itu sektor pertanian harus segera diatasi bersama, baik pemerintah maupun seluruh masyarakat. Selain persolan alih fungsi lahan dan penggunaan teknologi, masalah lainnya adalah keinginan menjadi petani semakin berkurang di kalangan pemuda saat ini. Seolah pekerjaan petani menjadi pekerjaan yang rendah dan tidak menjanjikan masa depan yang cerah.
Untuk mengatasi persolan pangan butuh waktu yang panjang dan sistem yang tertata rapi. Hal yang harus dilakukan adalah pertama; memberikan pemahaman kepada generasi muda melalui institusi pendidikan,bahwa menjadi petani adalah pekerjaan yang mulia. Kedua; menguatkan sektor pertanian, upaya mewujudkan ketahanan pangan dan swasembada pangan dalam jangka panjang. Ketiga; memperhatikan dan menjamin kesejahteraan petani.
Pemerintah DIY tentu belum mampu menyelesaikan persolan di sektor pertanian jika tidak menggandeng pihak lain, dalam hal ini adalah pihak swasta. Demi mewujudkan ketahanan pangan, pemerintah sebaiknya menggandeng swasta dalam mengelola sektor pertanian. Dengan adanya kerjasama berbagai pihak, diharapkan mampu menopang sektor pertanian ke arah yang lebih baik.
            Semoga mimpi buruk akan krisis pangan di tahun 2025 tidak terjadi, dan sebaliknya  mampu mewujudkan cita-cita akan ketahanan, bahkan swasembada pangan. Sejarah telah membuktikan, pembangunan di sektor pertanian mampu menopang perekonomian Negara dan menjadi salah satu kekuatan ekonomi di ASEAN pada masa itu.


Laci Gagasan

Media informasi yang mengangkat isu-isu seputar mahasiswa dan artikel umum terkait ekonomi, bisnis, sosial, politik, sejarah dan budaya

Posting Komentar

komentar yang mengandung spam, tidak akan ditampilkan

Lebih baru Lebih lama