Jam Tangan dan Simbol Kebanggaan

Jam Tangan dan Simbol Kebanggaan

Jam tangan tak sekedar alat penunjuk waktu saja, tapi lebih dari itu adalah simbol maskulin bagi seorang pria. Seiring berkembangnya jaman, jam tangan juga terus berevolusi dan semakin canggih serta elegan.  Artinya bahwa jam tangan tidak akan bisa tergantikan posisi dan perannya, meskipun jam digital di Hp semakin banyak. Beberapa kalangan, menjadikan jam sebagai investasi berharga, dengan nilai fantastis. Sebut saja salah satu bintang sepakbola dunia, Xabi Alonso merupakan atlet professional yang hobby mengoleksi jam tangan dengan merek dan harga yang bahkan melebihi sebuah mobil ataupun rumah.
Memang tidak semua orang punya ketertarikan dan fanatisme terhadap sebuah jam tangan, tetapi juga tidak sedikit orang yang punya kegilaan terhadap jam tangan.  Seperti yang saya sebutkan di atas, jam tangan bisa dijadikan sebagai investasi masa depan, karena sifat jam tangan yang memiliki unsur kemewahan di dalamnya. Banyak milyarder mengkoleksi  jam tangan mewah dengan harga milyaran bahkan triliunan rupiah. Jika dipikir, uang milyaran atau triluan itu digunakan untuk investasi usaha maka akan lebih menguntungkan. Tetapi bagi orang yang  sangat cinta terhadap jam tangan, harga bukan masalah, asalkan keinginannya dapat terpenuhi.
Saya belum bisa mengatakan bahwa saya sendiri adalah penggila jam tangan, tetapi saya adalah pecinta jam tangan.  Koleksi jam tangan saya hanya satu buah saja, itu pun jam tangan dengan harga 100 ribu-an. Saya juga berharap kelak akan memiliki jam tangan dengan merek kelas dunia, seperti yang digunakan oleh orang-orang besar yang berpengaruh.
Saya tidak dapat memastikan kapan saya mulai berkenalan dan jatuh cinta dengan jam tangan. Yang jelas seingat saya, waktu masih kecil, saya sering melihat bapak saya menggunakan jam tangan. Dari situlah saya mulai tertarik dengan jam tangan. Jam tangan yang pertama kali saya gunakan adalah jam tangan milik bapak saya.
Saai itu bapak baru pulang (mudik) dari perantauan di Malaysia pada tahun 2000-an. Bapak menggunkan jam tangan hitam digital dengan bahan karet. Jam tangan itu saya minta dan lihat terus menerus karena penasaran. Yang membuat saya penasaran dengan jam tangan yang dipakai bapak saat itu, karena jam tangan itu ada lampunya serta peta dunia yang kedap kedip di layar jam tersebut. Yah namanya anak kecil pasti cepat penasaran dengan sesuatu yang  baru dilihatnya.
Setelah saya lihat, bolak-balik, pencet tombolnya, akhirnya jam tersebut saya pakai dan tidak saya kembalikan ke bapak saya. Meskipun bapak pernah menanyakan dan meminta jam tersebut, saya selalu menyembunyikannya di bawah kasur atau di lipatan pakaian, agar tidak diminta. Akhirnya bapak merelakan jam tangannya saya pakai dan mengingatkan untuk hati-hati dan menjaga jam tangan tersebut.
Sejak saat itu lah saya mulai jatuh cinta dengan jam tangan, dan perlahan memperlajari tentang sejarah jam tangan. Seiring berjalannya waktu, jam tangan pemberian bapak saya pun rusak dan tidak bisa dipakai lagi. Perasaan saya sedih, sebab jam itu sangat berharga bagi saya karena jam tangan pertama yang saya pakai, juga jam tangan pertama milik saya. Saking  sayangnya saya dengan jam tangan tersebut, saya meminta ibu saya untuk di bawa ke tukang service jam tangan. Setelah di bawa ke tukang service, tetap saja tidak bisa di service, karena sudah rusak mesinnya. Perasaan saya yah pasti sangat sedih saat itu.
Kurang lebih hampir 20 tahun umur saya, saya tidak pernah beli jam tangan. Saya selalu meminta milik kakak saya, ketika dia habis beli jam tangan. Terkadang saya mengambil dan menyembunyikan jam tangan miliknya. Kadang juga saya dan kakak saya harus bertengkar dulu kalau mau memakai jam tangan, karena egoisme seorang adik sangat kental dalam diri saya. Akhirnya kakak saya merelakan jam tangan miliknya dipakai oleh saya.
Saat saya berangkat kuliah ke Jogja tiga tahun lalu, jam tangan yang saya pakai adalah milik kakak saya, yang menjadi kenangan sampai saat ini. Tak berselang lama, Jam tangan pemberian kakak saya pun akhirnya rusak dan tidak bisa digunakan lagi, meskipun sudah berulang kali di service. Hampir dua tahun lamanya saya puasa tidak menggunakan jam tangan. Bukan tidak ingin, tetapi tidak pernah mendapat rejeki lebih untuk membeli jam tangan yang diinginkan. Saat melihat teman-teman kuliah menggunakan jam tangan, perasaan sedih dan kepengen pun terus bergejolak. Saya terus berdoa agar dapat rejeki lebih untuk beli jam tangan, meskipun yang harganya murah.
Singkat cerita, akhir tahun 2017 saya berkesempatan mengikuti sebuah workshop tentang media. Selama dua hari kegiatan tersebut yang saya ikuti, ternyata saya dapat uang saku sebesar empat ratus ribu rupiah. Dengan  uang tersebut, langsung yang terlintas di benak saya adalah jam tangan. Akhirnya saya buka dan searching beberapa online shop yang jual jam tangan. Setelah dua hari sibuk mencari jam tangan murah dan keren di online shop, akhirnya dapat juga sebuah jam tangan yang menurut saya cocok dengan style saya.
Jam tangan yang saya beli dengan hasil usaha sendiri, masih bertahan sampai sekarang dan menjadi simbol kebanggaan tersendiri saat memakainya. Jam tangan  tersebut saya simpan baik-baik saat tidak digunakan, agar tidak rusak. Intinya jam tersebut menjadi simbol kebanggan bagi saya sampai saat ini. Jika saya diberi rejeki oleh Tuhan, saya ingin terus mengkoleksi  jam tangan dan menjadikannya sebagai investasi.


Laci Gagasan

Media informasi yang mengangkat isu-isu seputar mahasiswa dan artikel umum terkait ekonomi, bisnis, sosial, politik, sejarah dan budaya

3 Komentar

komentar yang mengandung spam, tidak akan ditampilkan

Lebih baru Lebih lama