Laci Gagasan, PMII --- Sebagai Pengurus Rayon Masa Khidmat 2016-2017 kami (Korp Perwira) tentu memiliki visi yang akan menjadi target dan tujuan gerakan selama kepengurusan. Meskipun waktu satu tahun tentu sangat singkat untuk mewujudkan visi tersebut, namun bukan jadi halangan bagi kami untuk bergerak dalam koridor yang telah kami tetapkan bersama.
Visi kami ini bukan hal yang baru dalam lingkungan PMII di Rayon, namun kami melihat bahwa kebutuhan hari ini adalah hal tersebut. kami menggali hal lama yang masih sangat relevan dalam kondisi hari ini. Warna gerakan yang akan kami bangun adalah semangat pengetahuan dan kepenulisan, karena kami percaya bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu mewarisi pengetahuannya melalui tulisan kepada generasi selanjutnya.
Pertikaian wacana tentu mewarnai siang malam kami di Rayon. Terbentuknya visi ini tidak terlepas dari proses yang penuh dialektika historis selama menjadi kader. Kami sepakat bahwa sebagai insan gerakan kita harus profesional dalam satu bidang dan menguasai banyak disiplin ilmu. Kami membaca bahwa sebagai gerakan, harus cakap intelektual dan mampu mengaktualisasikan keilmuan tersebut dengan sebuah instrumen.
Karena di lingkungan Rayon Pondok Syahadat tidak begitu mumpuni dalam hal kepenulisan (mampu menulis) yang baik, maka ini menjadi segmen gerakan kami. Kecakapan intelektual dan kemampuan menulis menjadi visi kami selama kepengurusan. Maksudnya ialah, kecakapan kader menuliskan gagasan-gagasannya dalam bentuk essay atau semacamnya. Kemampuan menarasikan semua gagasan dalam tulisan harus menjadi modal utama seluruh kader.
Lalu kenapa visi tersebut terangkai dalam kata “Profesionalitas Gerakan?”. Kami memaknai bahwa profesionalitas bukan sebuah profesi yang bermuara pada materi, tapi sebuah kedisiplinan gerakan. Profesionalitas juga bermakna pemahaman terhadap diri sebagai mahasiswa dan gerakan. Artinya bahwa sebagai mahasiswa tidak boleh meninggalkan kuliah karena label aktivis yang melekat dan sebagai insan gerakan yang memahami cita-cita dan produk hukum organisasi (PMII).
Lalu kenapa visi tersebut terangkai dalam kata “Profesionalitas Gerakan?”. Kami memaknai bahwa profesionalitas bukan sebuah profesi yang bermuara pada materi, tapi sebuah kedisiplinan gerakan. Profesionalitas juga bermakna pemahaman terhadap diri sebagai mahasiswa dan gerakan. Artinya bahwa sebagai mahasiswa tidak boleh meninggalkan kuliah karena label aktivis yang melekat dan sebagai insan gerakan yang memahami cita-cita dan produk hukum organisasi (PMII).
Jika selama ini logika yang terbangun adalah kuliah hanya sebagai rutinitas yang hanya masuk kelas karena tuntutan moral terhadap orang tua serta kewajiban memenuhi absensi kuliah, maka logika tersebut harus diputar. Bahwa kuliah tidak boleh ditinggalkan meskipun membosankan di kelas tapi mengubah suasana membosankan tersebut dengan menjadikan ruang kelas sebagai ruang kuasa makna.
Di dalam kelas kita mengadu gagasan dan melakukan transformasi pengetahuan dan nilai.
Berdasarkan kondisi obyektif di ataslah kami merefleksikan gagasan dan menemukan arah gerakan yang harus dilalui. Sebagai kader PMII tentunya menjadi kewajiban mutlak untuk paham disiplin keilmuan.
Berdasarkan kondisi obyektif di ataslah kami merefleksikan gagasan dan menemukan arah gerakan yang harus dilalui. Sebagai kader PMII tentunya menjadi kewajiban mutlak untuk paham disiplin keilmuan.
Namun modal pengetahuan yang luas tanpa instrumen dalam merealisasikannya tentu akan lumpuh bagai agama tanpa ilmu, seperti yang dikatakan einstein. Maka dari itu kami memncoba membangun skill kepenulisan yang akan menjadi instrumen gerakan. Seperti yang dikatakan Cokroaminoto, “untuk menjadi pemimpin yang besar, berbicara seperti orator dan menulis seperti wartawan.”
Visi kami ini bukan hal yang baru dalam lingkungan PMII di Rayon, namun kami melihat bahwa kebutuhan hari ini adalah hal tersebut. kami menggali hal lama yang masih sangat relevan dalam kondisi hari ini. Warna gerakan yang akan kami bangun adalah semangat pengetahuan dan kepenulisan, karena kami percaya bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu mewarisi pengetahuannya melalui tulisan kepada generasi selanjutnya.
Tanpa menghianati sejarah awal perlawanan bangsa kita terhadap penjajah oleh cendekiawan terpelajar (budi utomo), mereka tentu melakukan propaganda lewat tulisan yangmembebaskan. Orator serta penulis yang baik seperti Ir.Soekarno, Bung Hatta, Syahrir, Tan Malaka tak dapat dipungkiri kehebatan menulisnya yang luar biasa hingga sampai saat ini ia masih kita kenal lewat buku.
Mungkin tubuh akan menjadi tanah, tapi pikiran gagasan tidak akan pernah hilang selama itu ditulis dan diwariskan kepada generasi selanjutnya. Ini bukan sekedar tulis menulis semata, tetapi lebi dari itu, menuliskan sejarah dan mewariskan kepada generasi berikutnya.
Ingatlah! Bahwa dari dalam kubur, suara saya akan lebih keras daripada dari atas bumi-Tan Malaka
Dimutakirkan : 18 September 2022
Tags:
Berita Mahasiswa