Keistimewaan dan Kontribusi Yogyakarta Untuk Indonesia

Keistimewaan dan Kontribusi Yogyakarta Untuk Indonesia

Yogyakarta Berhati atau Berhenti Nyaman

Laci Gagasan, Sosial Budaya --- Era Millenial ditandai dengan banyaknya pertikaian antar sesama golongan masyarakarakat di Indonesia. Akhir-akhir ini konflik horizontal antar masyarakat disebabkan oleh hasrat politik yang terus meningkat. Perlu langkah-langkah perdamaian dalam menjaga keutuhan bermasyarakat di Indonesia. Semangat perdamaian di tengah-tengah masyarakat sangat diharapkan. Ada banyak contoh kerukunan hidup masyarakat seperti di Jogja, hidup berdampingan dengan berbagai golongan suku dan agama, menjadi pemandangan sehari-hari di Jogja.
 
Predikat sebagai kota Budaya, Pariwisata, dan Pendidikan merupakan konsekuensi logis dan diterima oleh masyarakat pada umumnya. Masyarakat Yogyakarta atau biasa disebut (Jogja) yang santun, ramah, dan terbuka bagi pendatang tanpa peduli siapa dan darimana dia berasal, adalah hal yang sangat positif dalam membentuk semangat kesatuan dan persatuan. Masyarakat Jogja juga masih menjaga kuat tradisi dan kebudayaan yang telah dan diwariskan secara turun-temurun. Dengan berpegang teguh pada kebudayaan dan diwujudkan dalam bentuk prilaku sehari-hari menjadikan Jogja sebagai kota yang berbudaya.
 
Tidak hanya kebudayaan masyarakat Jogja yang menarik, ada pariwisata yang cukup kuat menarik wisatawan dalam dan luar negri. Wisata situs sejarah,(candi) gunung, pantai, dsb. Menjadi primadona wisata Jogja. Melihat trend wisata Jogja yang terus berkembang, pemeritah setempat terus melakukan pengembangan dan penggalakan wisata melalui pembangunan infrastruktur yang menunjang.
Banyaknya kampus baik negeri maupun swasta dan populasi mahasiswa yang terus bertambah setiap tahunnya, tak heran jika Jogja disebut sebagai kota pendidikan.

Karena lingkungan pendidikan yang kondusif inilah, menjadikan Jogja sebagai destinasi pendidikan para generasi muda yang ingin melanjutkan kuliah di Jogja. Jogja pantas disebut sebagai miniature Indonesia karena, mahasiswa yang ada di Jogja sangat beragam. Dari Sabang-Merauke, semuanya ada di Jogja untuk kuliah, bahkan sejak Sekolah Dasar ada yang sudah di Jogja. Inilah satu kehebatan, keistimewaan, dan kontribusi Yogyakarta untuk Indonesia
 
Menurut penulis, lingkungan pendidikan di Jogja sangat unik dan belum ada duanya. Ada banyak buku yang tersebar di toko-toko, hampir semua jenis buku ada. Bahkan ada tempat tersendiri yang itu menjadi simbol gudangnya buku di Jogja yang itu menjadi destinasi pelajar/mahasiswa dari luar kota untuk berburu buku murah dan berkualitas. Banyaknya buku berbanding-lurus dengan banyaknya penerbit lokal dan penulis-penulis muda progressive. Kemudian iklim organisasi juga masih subur dan berkembang dan menjadi barometer gerakan mahasiswa.
 
Iklim diskusi yang kuat melahirkan intelektual yang professional di bidangnya. Di Jogja, sangat bebas dalam hal intelektual. Tidak ada larangan untuk berdiskusi terkait apa pun, karena itu telah menjadi iklim intelektual di Jogja. Jogja ini mirip dengan Frankfurt di Jerman, dimana sebagian besar para intelektual dan filsuf dunia lahir di Frankfurt, yang biasa disebut dengan Mazhab Frankfurt. Begitu pun dengan Jogja, banyak intelektual-intektual bangsa dulunya belajar di Jogja. Buktinya adalah presiden “Joko-widodo” kuliahnya di Jogja, bahkan Gus-Dur (presiden ke-4) juga pernah sekolah di Jogja.
 
Jogja bisa melahirkan intelektual, negarawan dll, karena semuanya dibebaskan untuk belajar dan mendiskusikan apapun yang itu kaitannya dengan pengetahuan. Bahkan organisasi yang itu jelas-jelas menolak ideology Pancasila sebagai dasar negara bangsa Indonesia tetap ada dan terus berkembang. Baik itu organisasi berhaluan kiri maupun kanan tetap ada dan masih eksis sampai sekarang.
Iklim pendidikan yang seperti disebutkan diatas tidak berjalan tanpa ada tantangan dan gesekan yang membentuknya. Ketika mendiskusikan hal-hal yang itu dianggap tabu bagi sebagian orang, tak jarang juga kelompok diskusi mahasiswa dibubarkan.

Bahkan ada yang sampai di pukul oknum-oknum tertentu yang berseberangan pemahaman dengan mahasiswa. Isu SARA sering menjadi kendaraan politik dalam membubarkan kegiatan-kegiatan diskusi mahasiswa di kampus. Belum lagi penertiban dan penarikan buku-buku tertentu yang dianggap mengancam kestabilan negara ditarik dari peredaran bahakan milik pribadi pun juga tak luput dari incaran. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi Jogja dalam menjaga iklim intelektual agar tetap subur. Jika hal semacam ini terus terjadi maka, lambat laun akan berpengaruh pada degradasi iklim intelektual di Jogja.

Kira-kira seperti itulah gambaran dan kondisi umum di Jogja. Berangkat dari heterogenitas masyarakat jogja yang terdiri dari berbagai kelompok masyarakat yang hidup berdampingan, adalah realitas sosial yang patutnya disyukuri bersama dan tetap dijaga keharmonisan tersebut. Gesekan dan konflik yang timbul adalah hal yang biasa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun yang harus dipelajari adalah dengan adanya konflik, dapat menjadikan semuanya lebih baik dan dewasa dalam menghadapi persoalan kemasyarakatan.
 
Dengan slogan “Jogja Berhati Nyaman,” menunjukkan kepada kita semua bahwa Jogja adalah kota yang cinta damai, sehingga iklim dan suasana di Jogja membuat masyarakatnya nyaman tak terkecuali para pendatang. Hampir semua teman-teman rantau penulis di Jogja merasa krasan (betah berlama-lama) meskipun kuliahnya sudah selesai tapi tidak mau pulang kampong. Hampir semua orang yang pernah hidup di Jogja selalu rindu dengan suasana Jogja. Ada yang bilang “Jogja itu ngangenin” juga kota yang penuh kenangan.
 
Dibalik keindahan dan kharisma kota Jogja yang bersahabat bagi masyarakat dan pendatang, juga sedikit memendam luka yang menodai keindahan dan pesona Jogja. Akhir-akhir ini masyarakat Jogja dihebohkan dengan maraknya geng pelajar yang melakukan tindak kekerasan dan kriminalitas. Bahkan parahnya lagi, pembacokan yang yang dilakukan oleh pelajar dibawah umur menodai wajah pendidikan di Jogja. Kasus seperti menjadi tamparan keras bagi dunia pendidikan Jogja, dan semua elemen harus pro-aktif terlibat dalam mencegah kasus-kasus seperti ini terulang lagi.
 
Belum lagi persoalan ketimpangan sosial di Jogja yang merupakan terbesar kedua setelah Papua. Majunya kota Jogja di sector pariwisata idealnya juga berbarengan dengan semakin sejahteranya masyarat Jogja. Perekonomian dan kesejahteraan menjadi pondasi yang paling dasar dalam membangun kemandirian bangsa yang itu nantinya bermuara pada terjaganya hubungan yang harmonis di masyarakat. Konflik di masyarakat ,motifnya adalah perut dalam hal ini ekonomi. Jadi untuk membentuk semangat persatuan dan kesatuan masyarakat, perlu masyarakat itu sejahtera terlebih dahulu dan kalau pun belum, itu harus menjadi perhatian bersama.
 
Pembangunan di Jogja juga harus lebih ramah terhadap masyarakat dan lingkungan. Penulis yakin dan percaya bahwa masyarakat Jogja tidak menginginkan kotanya dibangun dan dipenuhi gedung-gedung pencakar langit yang itu merusak lingkungan. Juga bukan berarti bahwa anti pembangunan, tapi harus lebih mengedepankan kemaslahatan bersama tanpa merusak lingkungan dan ladang perekonomian masyarakat. Sekali lagi, Jogja itu indah bukan karena masyarakatnya yang ramah,sopan dan terbuka kepada siapa pun.
 
Terlepas dari semua problematika di atas, Jogja tetaplah Jogja. Kota yang masih menjaga kebudayaan lokal dan mendukung budaya lain untuk membumi di bumi mataram ini. Kebudayaan lain yang dimaksud adalah kebudayaan dari mahasiswa itu sendiri yang datang dari luar kota Jogja. Tetap mengedepankan persatuan dan kesatuan dalam kehidupan bermasyarakat yang lebih humanis. Jogja harusnya menjadi contoh bagi kota-kota lainnya di Indonesia, menjaga kebudayaan, memajukan pendidikan, dan mengedepankan kesejahteraan masyarakat.

Meskipun kota yang beragam kultur didalamnya, Jogja tetap dapat menjaga kerukunan berbangsa dan bernegara. Kota yang homogen harusnya bisa lebih dalam menjaga kerukunan ditengah-tengah masyarakat dan meminimalisir konflik. Karena kota yang homogen, masyarakatnya tidak beragam dan tentu tantangannya juga jauh berbeda dengan kota yang heterogen seperti Jogja ini.
Ini hanya pendapat penulis selama hidup dan mengamati kondisi sosial, politk, budaya di Yogyakarta

Dimutakhirkan : 20 September 2022

Laci Gagasan

Media informasi yang mengangkat isu-isu seputar mahasiswa dan artikel umum terkait ekonomi, bisnis, sosial, politik, sejarah dan budaya

Posting Komentar

komentar yang mengandung spam, tidak akan ditampilkan

Lebih baru Lebih lama